ASUHAN KEPERAWATAN TYPUS ABDOMINALIS
A. Konsep Dasar
I. Pengertian
Thypoid
fever/demam tifoid atau thypus abdominalis merupakan penyakit infeksi akut pada
usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada
saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (T.H. Rampengan dan
I.R. Laurentz, 1995). Penularan penyakit ini hampir selalu terjadi melalu
II. Anatomi fisiologi
Susunan saluran pencernaan terdiri dari : Oris (mulut), faring (tekak),
esofagus (kerongkongan), ventrikulus (lambung), intestinum minor (usus
halus), intestinum mayor (usus besar ),
rektum dan anus. Pada kasus demam
tifoid, salmonella typi berkembang biak di usus halus (intestinum minor).
Intestinum minor adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal
pada pilorus dan berakhir pada seikum, panjangnya ± 6
cm, merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan absorbsi
hasil pencernaan yang terdiri dari
: lapisan usus halus, lapisan
mukosa (sebelah dalam), lapisan otot
melingkar (M sirkuler), lapisan otot memanjang (muskulus longitudinal) dan
lapisan serosa (sebelah luar).
Usus halus terdiri dari
duodenum (usus 12 jari), yeyenum dan ileum.
Duodenum disebut juga usus dua belas jari, panjangnya ± 25 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiri pada lengkungan ini
terdapat pankreas. Dari bagian kanan
duodenum ini terdapat selapu t lendir yang membukit yang disebut papila vateri. Pada papila vateri ini bermuara saluran
empedu (duktus koledikus) dan saluran pankreas (duktus wirsung/duktus
pankreatikus). Dinding duodenum ini
mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar, kelenjar ini disebut
kelenjar brunner yang berfungsi untuk memproduksi getah intestinum.
Yeyenum dan ileum mempunyai
panjang sekitar ± 6
meter. Dua perlima bagian atas adalah
yeyenum dengan panjang ± 23 meter dari ileum dengan panjang 4 – 5
m. Lekukan yeyenum dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan
perantaraan lipatan peritonium yang berbentuk kipas dikenal sebagai
mesenterium.
Akar mesenterium memungkinkan keluar dan masuknya
cabang-cabang arteri dan vena mesenterika superior, pembuluh limfe dan saraf ke
ruang antara 2 lapisan peritonium yang membentuk mesenterium. Sambungan antara yeyenum dan ileum tidak
mempunyai batas yang tegas.
Ujung dibawah ileum berhubungan dengan seikum
dengan perantaraan lubang yang bernama orifisium ileoseikalis. Orifisium ini diperlukan oleh spinter
ileoseikalis dan pada bagian ini terdapat katup valvula seikalis atau valvula
baukhim yang berfungsi untuk mencegah cairan dalam asendens tidak masuk kembali
ke dalam ileum.
Mukosa usus halus.
Permukaan epitel yang sangata luas melalui lipatan mukosa dan mikrovili
memudahkan pencernaan dan absorbsi.
Lipatan ini dibentuk oleh mukosa dan sub mukosa yang dapat memperbesar
permukaan usus. Pada penampang melintang
vili dilapisi oleh epitel dan kripta yag menghasilkan bermacam-macam hormon
jaringan dan enzim yang memegang peranan aktif dalam pencernaan.
Didalam dinding mukosa terdapat berbagai ragam
sel, termasuk banyak leukosit.
Disana-sini terdapat beberapa nodula jaringan limfe, yang disebut kelenjar soliter. Di dalam ilium terdapat kelompok-kelompok
nodula itu. Mereka membentuk tumpukan
kelenjar peyer dan dapat berisis 20 sampai 30 kelenjar soliter yang panjangnya
satu sentimeter sampai beberapa sentimeter. Kelenjar-kelenjar ini mempunyai fungsi
melindungi dan merupakan tempat peradangan pada demam usus (tifoid). Sel-sel Peyer’s adalah sel-sel dari jaringan limfe dalam
membran mukosa. Sel tersebut lebih umum
terdapat pada ileum daripada yeyenum. (
Evelyn C. Pearce, 2000)
Absorbsi. Absorbsi makanan yang sudah dicernakan
seluruhnya berlangsung dalam usus halus melalui dua saluran, yaitu pembuluh
kapiler dalam darah dan saluran limfe di sebelah dalam permukaan vili
usus. Sebuah vili berisis lakteal,
pembuluh darah epitelium dan jaringan otot yang diikat bersama jaringan limfoid
seluruhnya diliputi membran dasar dan ditutupi oleh epitelium.
Karena vili keluar dari dinding usus maka
bersentuhan dengan makanan cair dan lemak yang di absorbsi ke dalam lakteal
kemudian berjalan melalui pembuluh limfe masuk ke dalam pembuluh kapiler darah
di vili dan oleh vena porta dibawa ke hati untuk mengalami beberapa perubahan.
Fungsi usus halus
a. Menerima zat-zat makanan yang sudah
dicerna untuk diserap melalui kapiler-kapiler darah dan saluran – saluran
limfe.
b. Menyerap protein dalam bentuk asam amino.
c. Karbohidrat diserap dalam betuk
monosakarida.
Didalam usus halus terdapat kelenjar yang
menghasilkan getah usus yang menyempurnakan makanan.
a. Enterokinase, mengaktifkan enzim
proteolitik.
b. Eripsin menyempurnakan pencernaan protein menjadi asam amino.
1. Laktase mengubah laktase menjadi
monosakarida.
2. Maltosa mengubah maltosa menjadi
monosakarida
Sukrosa mengubah sukrosa menjadi monosakarida
III.
Etiologi
Penyakit ini
disebabkan oleh infeksi kuman Samonella
Thposa/Eberthela Thyposa dan salmonella
Parattyphi A, B dan C yang merupakan kuman negatif, motil dan tidak
menghasilkan spora, hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia maupun suhu yang
lebih rendah sedikit serta mati pada suhu 700C dan antiseptik.
Salmonella mempunyai tiga macam antigen, yaitu Antigen O= Ohne Hauch=somatik
antigen (tidak menyebar) ada dalam dinding sel kuman, Antigen H=Hauch
(menyebar), terdapat pada flagella dan bersifat termolabil dan Antigen
Vi=kapsul ; merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan melindungi O antigen
terhadap fagositosis. Ketiga jenis antigen ini di manusia akan menimbulkan tiga
macam antibodi yang lazim disebut aglutinin.
IV.
Patofisiologi.
Kuman salmonella
masuk bersama makanan/minuman yang terkontaminasi, setelah berada dalam usus
halus mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus (terutama plak peyer)
dan jaringan limfoid mesenterika. Setelah menyebabkan peradangan dan nekrosis
setempat kuman lewat pembuluh limfe masuk ke darah (bakteremia primer) menuju
organ retikuloendotelial sistem (RES) terutama hati dan limpa. Di tempat ini
kuman difagosit oleh sel-sel fagosit RES dan kuman yang tidak difagosit
berkembang biak. Pada akhir masa inkubasi 5-9 hari kuman kembali masuk ke darah
menyebar ke seluruh tubuh (bakteremia sekunder) dan sebagian kuman masuk ke
organ tubuh terutama limpa, kandung empedu yang selanjutnya kuman tersebut
dikeluarkan kembali dari kandung empedu ke rongga usus dan menyebabkan
reinfeksi usus. Dalam masa bakteremia ini kuman mengeluarkan endotoksin.
Endotoksin ini merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen oleh lekosit pada
jaringan yang meradang. Selanjutnya zat pirogen yang beredar di darah
mempengaruhi pusat termoregulator di hipothalamus yang mengakibatkan timbulnya
gejala demam.
Makrofag pada
pasien akan menghasilkan substansi aktif yang disebut monokines yang
menyebabkan nekrosis seluler dan merangsang imun sistem, instabilitas vaskuler,
depresi sumsum tulang dan panas. Infiltrasi jaringan oleh makrofag yang
mengandung eritrosit, kuman, limfosist sudah berdegenerasi yang dikenal sebagai
tifoid sel. Bila sel ini beragregasi maka terbentuk nodul terutama dalam usus halus, jaringan limfe mesemterium,
limpa, hati, sumsum tulang dan organ yang terinfeksi.
Kelainan utama
yang terjadi di ileum terminale dan plak peyer yang hiperplasi (minggu I),
nekrosis (minggu II) dan ulserasi (minggu III). Pada dinding ileum terjadi
ulkus yang dapat menyebabkan perdarahan atau perforasi intestinal. Bila sembuh
tanpa adanya pembentukan jaringan parut.
Secara singkat skema patogenesis sampai menimbulkan masalah keperawatan
:
|
|||
V.
Gejala
klinis
Masa inkubasi 7-20
hari, inkubasi terpendek 3 hari dan terlama 60 hari (T.H. Rampengan dan I.R.
Laurentz, 1995). Rata-rata masa inkubasi 14 hari dengan gejala klinis sangat
bervariasi dan tidak spesifik (Pedoman Diagnosis dan Terapi, Lab/UPF Ilmu
Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya, 1994).
Walaupun gejala
bervariasi secara garis besar gejala yang timbul dapat dikelompokan dalam :
demam satu minggu atau lebih, gangguan saluran pencernaan dan gangguan
kesadaran. Dalam minggu pertama : demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah,
diare, konstipasi dan suhu badan meningkat (39-410C). Setelah minggu
kedua gejala makin jelas berupa demam remiten, lidah tifoid dengan tanda antara
lain nampak kering, dilapisi selaput tebal, dibagian belakang tampak lebih
pucat, dibagian ujung dan tepi lebih kemerahan. Pembesaran hati dan limpa,
perut kembung dan nyeri tekan pada perut kanan bawah dan mungkin disertai
gangguan kesadaran dari ringan sampai berat seperti delirium.
Roseola (rose spot), pada kulit dada atau perut
terjadi pada akhir minggu pertama atau awal minggu kedua. Merupakan emboli
kuman dimana di dalamnya mengandung kuman salmonella.
VI.
Pemeriksaan
diagnostik dan hasil
1. Jumlah
leukosit normal/leukopenia/leukositosis.
2. Anemia
ringan, LED meningkat, SGOT, SGPT dan fsofat alkali meningkat.
3. Minggu
pertama biakan darah S. Typhi positif, dalam minggu berikutnya menurun.
4. Biakan
tinja positif dalam minggu kedua dan ketiga.
5. Kenaikan
titer reaksi widal 4 kali lipat pada pemeriksaan ulang memastikan diagnosis.
Pada reaksi widal titer aglutinin O dan H meningkat sejak minggu kedua. Titer
reaksi widal diatas 1 : 200 menyokong diagnosis.
VII.
Komplikasi.
Perdarahan intestinal, perforasi
intestinal, ileus paralitik, renjatan septik, pielonefritis, kolesistisis,
pneumonia, miokarditis, peritonitis, meningitis, ensefalopati, bronkitis, karir
kronik.
VIII.Penatalaksanaan
a. Tirah
baring atau bed rest.
b. Diit
lunak atau diit padat rendah selulosa (pantang sayur dan buahan), kecuali
komplikasi pada intestinal.
c. Obat-obat
Antimikroba :
-
Kloramfenikol 4 X 500 mg sehari/iv
-
Tiamfenikol 4 X 500 mg sehari oral
-
Kotrimoksazol 2 X 2 tablet sehari oral (1 tablet = sulfametoksazol
400 mg + trimetoprim 80 mg) atau dosis yang sama iv, dilarutkan dalam 250 ml
cairan infus.
-
Ampisilin atau amoksisilin 100 mg/kg BB sehari oral/iv,
dibagi dalam 3 atau 4 dosis.
Antimikroba
diberikan selama 14 hari atau sampai 7 hari bebas demam.
d. Antipiretik
seperlunya
e. Vitamin
B kompleks dan vitamin C
f. Mobilisasi
bertahap setelah 7 hari bebas demam.
B.
Asuhan
Keperawatan
I. Pengkajian
a. Pengumpulan data
1) Identitas klien
Meliputi nama,, umur, jenis kelamin,
alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah
sakit, nomor register dan diagnosa medik.
2) Keluhan utama
Keluhan utama demam tifoid adalah panas
atau demam yang tidak turun-turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah,
anoreksia, diare serta penurunan kesadaran.
3) Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman
salmonella typhi ke dalam tubuh.
4) Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit demam tifoid.
5) Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.
6) Riwayat psikososial dan spiritual
Biasanya klien cemas, bagaimana koping mekanisme
yang digunakan. Gangguan dalam beribadat
karena klien tirah baring total dan lemah.
7) Pola-pola fungsi kesehatan
a) Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena
mual dan muntah saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak
makan sama sekali.
b) Pola eliminasi
Eliminasi alvi.
Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring lama. Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami
gangguan, hanya warna urine menjadi kuning kecoklatan. Klien dengan demam tifoid terjadi
peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak keluar dan merasa haus,
sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan tubuh.
c) Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah
baring total, agar tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien
dibantu.
d) Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan
peningkatan suhu tubuh.
e) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan
penyakitnya dan ketakutan merupakan dampak psikologi klien.
f) Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran
dan penglihatan umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu
waham pad klien.
g) Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan
klien di rawat di rumah sakit dan klien harus bed rest total.
h) Pola reproduksi dan seksual
Gangguan
pola ini terjadi pada klien yang sudah menikah karena harus dirawat di
rumah sakit sedangkan yang belum menikah tidak mengalami gangguan.
i)
Pola
penanggulangan stress
Biasanya klien sering melamun dan merasa sedih
karena keadaan sakitnya.
j)
Pola
tatanilai dan kepercayaan
Dalam hal beribadah biasanya terganggu karena
bedrest total dan tidak boleh melakukan aktivitas karena penyakit yang
dideritanya saat ini.
8) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
Didapatkan klien tampak
lemah, suhu tubuh
meningkat 38 – 410
C, muka kemerahan.
b) Tingkat kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
c) Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan gambaran
seperti bronchitis.
d) Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin rendah.
e) Sistem integumen
Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut agak kusam
f) Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas), mual,
muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak enak,
peristaltik usus meningkat.
g) Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.
h) Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi lunak
serta nyeri tekan pada abdomen. Pada
perkusi didapatkan perut kembung serta pada auskultasi peristaltik usus
meningkat.
9) Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan darah tepi
Didapatkan adanya anemi oleh karena intake makanan yang terbatas, terjadi
gangguan absorbsi, hambatan pembentukan darah dalam sumsum dan penghancuran sel
darah merah dalam peredaran darah.
Leukopenia dengan jumlah lekosit antara 3000 – 4000 /mm3
ditemukan pada fase demam. Hal ini diakibatkan oleh penghancuran lekosit oleh
endotoksin. Aneosinofilia yaitu
hilangnya eosinofil dari darah tepi.
Trombositopenia terjadi pada stadium panas yaitu pada minggu
pertama. Limfositosis umumnya jumlah
limfosit meningkat akibat rangsangan endotoksin. Laju endap darah meningkat.
b) Pemeriksaan urine
Didaparkan proteinuria ringan ( < 2 gr/liter) juga didapatkan
peningkatan lekosit dalam urine.
c) Pemeriksaan tinja
Didapatkan adanya lendir dan darah, dicurigai akan bahaya perdarahan usus
dan perforasi.
d) Pemeriksaan bakteriologis
Diagnosa pasti ditegakkan apabila
ditemukan kuman salmonella dan biakan darah tinja, urine, cairan empedu atau
sumsum tulang.
e) Pemeriksaan serologis
Yaitu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin ). Adapun antibodi yang dihasilkan tubuh akibat infeksi kuman
salmonella adalah antobodi O dan H.
Apabila titer antibodi O adalah 1 : 20 atau lebih pada minggu pertama
atau terjadi peningkatan titer antibodi yang progresif (lebih dari 4
kali). Pada pemeriksaan ulangan 1 atau 2
minggu kemudian menunjukkan diagnosa
positif dari infeksi Salmonella typhi.
f) Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah ada kelainan atau komplikasi akibat
demam tifoid.
II.
Diagnosa
Keperawatan
a. Hipertermi
berhubungan dengan gangguan hipothalamus oleh pirogen endogen.
b. Diare
berhubungan dengan infeksi pada saluran intestinal
c. Resiko
tinggi kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.
d. Resiko
tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan adanya salmonella pada tinja
dan urine.
e. Konstipasi
berhubungan dengan invasi salmonella pada mukosa intestinal.
B. Perencanaan
Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
|
Perencanaan Keperawatan
|
||
Tujuan dan criteria hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
|
Hipertermi
berhubungan dengan gangguan hipothalamus oleh pirogen endogen.
|
Suhu tubuh
akan kembali normal, keamanan dan kenyaman pasien dipertahankan selama
pengalaman demam dengan kriteria suhu antara 366-373 0C,
RR dan Nadi dalam batas normal, pakaian dan tempat tidru pasien kering, tidak
ada reye syndrom, kulit dingin dan bebas dari keringat yang berlebihan
|
1.
Monitor tanda-tanda infeksi
2.
Monitor tanda vital tiap 2 jam
3.
Kompres dingin pada daerah yang tinggi aliran darahnya
4.
Berikan suhu lingkungan yang nyaman bagi pasien. Kenakan pakaian tipis
pada pasien.
5.
Monitor komplikasi neurologis akibat demam
6.
Atur cairan iv sesuai order atau anjurkan intake cairan yang adekuat.
7.
Atur antipiretik, jangan berikan aspirin
|
Infeksi pada umumnya menyebabkan
peningkatan suhu tubuh
Deteksi resiko peningkatan suhu
tubuh yang ekstrem, pola yang dihubungkan dengan patogen tertentu, menurun
idhubungkan denga resolusi infeksi
Memfasilitasi kehilangan panas
lewat konveksi dan konduksi
Kehilangan panas tubuh melalui
konveksi dan evaporasi
Febril dan enselopati bisa terjadi
bila suhu tubuh yang meningkat.
Menggantikan cairan yang hilang
lewat keringat
Aspirin beresiko terjadi perdarahan
GI yang menetap.
|
Diare
berhubungan dengan infeksi pada saluran intestinal
|
Pasien
akan kembali normal pola eliminasinya dengan kriteria makan tanpa muntah,
mual, tidak distensi perut, feses lunak, coklat dan berbentuk, tidak nyeri
atau kram perut.
|
1.
Ukur output
2.
Kompres hangat pada abodmen
3.
Kumpulkan tinja untuk pemeriksaan kultur.
4.
Cuci dan bersihkan kulit di sekitar daerah anal yang terbuka sesering
mungkin
|
Menggantikan cairan yang hilang
agar seimbang
Mengurangi kram perut (hindari
antispasmodik)
Mendeteksi adanya kuman patogen
Mencegah iritasi dan kerusakan
kulit
|
Resiko
tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan adanya salmonella pada
tinja dan urine.
|
Pasien
akan bebas infeksi dan komplikasi dari infeksi salmonella dengan kriteria
tanda vital dalam batas normal, kultur darah, urine dan feses negatif, hitung
jenis darah dalam bataas normal, tidak ada perdarahan.
|
1.
Kumpulkan darah, urine dan feses untuk pemeriksaan sesuai aturan.
2.
Atur pemberian agen antiinfeksi sesuai order.
3.
Pertahankan enteric precaution sampai 3 kali pemeriksaan feses negatif
terhadap S. Thypi
4.
Cegah pasien terpapar dengan pengunjung yang terinfeksi atau petugas,
batasi pengunjung
5.
Terlibat dalam perawatan lanjutan pasien
6.
Ajarkan pasien mencuci tangan, kebersihan diri, kebutuhan makanan dan
minuman, mencuci tangan setelah BAB atau memegang feses.
|
Pengumpulan yang salah bisa merusak
kuman patogen sehingga mempengaruhi diagnosis dan pengobatan
Anti infeksi harus segera diberikan
untuk mencegah penyebaran ke pekerja, pasien lain dan kontak pasien.
Mencegah transmisi kuman patogen
Membatasi terpaparnya pasien pada
kuman patogen lainnya.
Meyakinkan bahwa pasien diperiksa dan
diobati.
Mencegah infeksi berulang
|
Resiko
tinggi kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.
|
Keseimbangan
cairan dan elektrolit dipertahankan dengan kriteria turgor kulit normal,
membran mukosa lembab, urine output normal, kadar darah sodium, kalium,
magnesium dna kalsium dalam batas normal.
|
1.
Kaji tanda-tanda dehidrasi
2.
Berikan minuman per oral sesuai toleransi
3.
Atur pemberian cairan per infus sesuai order.
4.
Ukur semua cairan output (muntah, diare, urine. Ukur semua intake
cairan.
|
Intervensi lebih dini
Mempertahankan intake yang adekuat
Melakukan rehidrasi
Meyakinkan keseimbangan antara
intake dan ouput
|
Konstipasi
berhubungan dengan invasi salmonella pada mukosa intestinal.
|
Pasien
bebas dari konstipasi dengan kriteria feses lunak dan keluar dengan mudah,
BAB tidak lebih dari 3 hari.
|
1.
Observasi feses
2.
Monitor tanda-tanda perforasi dan perdarahan
3.
Cek dan cegah terjadinya distensi abdominal
4.
Atur pemberian enema rendah atau glliserin sesuai order, jangan beri
laksatif.
|
Mendeteksi adanya darah dalam feses
Untuk intervensi medis segera
Distensi yang tidak membaik akan
memperburuk perforasi pada intestinal
Untuk menghilangkan distensi
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar