Rabu, 10 Desember 2014

Pengertian Osteoporosis



OSTEOPOROSIS
Definisi  :
Osteoforosis adalah suatu penyakit dengan tanda utama berupa berkurangnya kepadatan massa tulang, yang berakibat meningkatnya kerapuhan tulang dan meningkatkan resiko patah tulang. Massa tulang laki – laki dan perempuan akan berkurang seiring bertambahnya usia. Masa tulang pada perempuan berkurang lebih cepat di bandingkan dengan laki – laki. Hal ini disebabkan  pada massa menopause, fungsi ovarium menurun drastis yang berdampak pada berkurangnya produksi hormonestrogen dan progesteron. Saat hormon estrogen turun kadarnya karena usia yang lanjut ( menopause ), terjadilah penurunanaktivitas osteoblas ( pembentukan tulang baru ) dan peningkatan kerja sel osteoklas ( penghancur tulang ). Jadi, secara kodrati oateoporosis lebih banyak menyerang perempuan, yaitu lebih 2,5 kali lebih sering dibandingkan laki – laki.
  Osteoporosis adalah kelainan dimana terjadi penurunan masa tulang total. Terdapat perubahan pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resoprsi tulang lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang, mengakibatkan penurunan masa tulang total. Tulang secara progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah. Tulang menjadi mudah fraktur dengan stress yang tidak akan menimbulkan pada tulang normal. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur konversi vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah koulum femoris dan daerah tronkanter, dan patah tulang coles pada pergelangan tangan. fraktur kompresi ganda fertebra mengakibatkan deformitas skeletal. Osteoporosis merupakan penyakit skeletal sistemik yang ditandai dengan massa tulang yang rendah dan kerusakan mikroarsitektur jaringan tulang, yang mengakibatkan meningkatnya fragilitas tulang sehingga tulang cenderung untuk mengalami fraktur spontan atau akibat trauma minimal. (Consensus Development Conference, 1993).

KASUS
Seorang wanita berusia 55 tahun dirawat di ruang interna dengan keluhan nyeri punggung, skala 6. Klien telah mengalami menopause sejak 1 tahun yang lalu. Klien memiliki kebiasaan mengkonsumsi kopi dan merokok 6 batang sehari. Hasil pemeriksaan fisik tampak kifosis, tampak keterbatasan gerak.

1.      Identifikasi jenis Osteoporosis yang dialami pasien tersebut!
Jenis Osteoporosis
Bila disederhanakan, terdapat dua jenis osteoporosis, yaitu osteoporosis primer dan sekunder.
  1. Osteoporosis primer adalah kehilangan massa tulang yang terjadi sesuai dengan proses penuaan. Sampai saat ini osteoporosis primer masih menduduki tempat utama karena lebih banyak ditemukan dibanding dengan osteoporosis sekunder. Proses ketuaan pada wanita menopause dan usia lanjut merupakan contoh dari osteoporosis primer.
  2. Osteoporisis sekunder didefinisikan sebagai kehilangan massa tulang akibat hal hal tertentu. mungkin berhubungan dengan kelainan patologis tertentu termasuk kelainan endokrin, epek samping obat obatan, immobilisasi, Pada osteoporosis sekunder, terjadi penurunan densitas tulang yang cukup berat untuk menimbulkan fraktur traumatik akibat faktor ekstrinsik seperti kelebihan steroid, artritis reumatoid, kelainan hati/ginjal kronis, sindrom malabsorbsi, mastositosis sistemik, hiperparatiroidisme, hipertiroidisme, varian status hipogonade, dan lain-lain.
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh merokok terhadap penurunan massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat memperbanyak ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja. Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang sering ditemukan. Individu  dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan masukan kalsium rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang meningkat. Mekanisme yang jelas belum diketahui dengan pasti.
Berdasarkan identifikasi jenis osteoporosis yang di alami pada kasus tersebut dengan melihat kebiasaanya maka kita dapat menyimpulkan bahwa jenis osteoporosis skunder karena jenis osteoporosis ini banyak penyebabnya di antaranya:
a.       kafein
bahaya kafein menyebabkan tubuh  mengeluarkan kalsium, biasanya kafein juga mencoba untuk menyerap lebih banyak kalsium pada titik-titik lain di siang hari, akan tetapi kafein dapat memperbanyak ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja. Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang sering ditemukan
b.      dan merokok yang merupakan kebiasaan wanita tersebut
bahaya merokok dapat menimbulkan pengkroposan tulang atau dikenal dengan osteoporosis, dan putus haid awal.
Mekanisme pengaruh merokok terhadap penurunan massa tulang tidak diketahui,

2.      patofisiologi terjadinya penyakit
      Patofisiologi Penyakit Osteoporosis
                  Menurut definisi, osteoporosis adalah penyakit yang dicirikan oleh rendahnya massa tulang dan kemunduran struktural jaringan tulang, yang menyebabkan kerapuhan tulang. Apabila tidak dicegah atau bila tidak ditangani dengan baik, proses pengeroposan akan terus berlanjut sampai tulang menjadi patah dan penderitanya mengalami kesakitan dalam melakukan pergerakan anggota tubuhnya. Patah tulang ini umumnya akan terjadi pada tulang belakang, tulang panggul, dan pergelangan tangan. Bila patah terjadi pada tulang panggul, hampir selalu penanganannya melalui operasi atau pembedahan. Apabila tulang tidak bergeser, biasanya sambungan disangga dengan plat dan batang logam. Namun bila sambungan tulang bergeser, penggantian dengan sendi tiruan dapat dilakukan. Perggantian sendi tiruan memerlukan biaya pengobatan yang sangat besar. Patah tulang panggul juga bisa membuat seseorang tidak mampu berjalan tanpa bantuan dan bisa menyebabkan kecacatan permanen. Patah pada tulang belakang dapat menyebabkan berkurangnya tinggi tubuh, rasa sakit pada tulang belakang yang parah, dan perubahan bentuk tubuh.


      Dalam keadaan normal, tulang dalam keadaan seimbang antara proses pembentukan dan penghancuran. Fungsi penghancuran (resorpsi) yang dilaksanakan oleh osteoklas, dan fungsi pembentukan yang dijalankan oleh osteoblas senantiasa berpasangan dengan baik. Fase yang satu akan merangsang terjadinya fase yang lain. Dengan demikian tulang akan beregenerasi. Keseimbangan kalsium, antara yang masuk dan keluar, juga memiliki peranan yang penting, bahkan merupakan faktor penentu utama untuk terjadinya osteoporosis adalah kadar kalsium yang masih terdapat pada tulang. Seseorang memiliki densitas tulang yang tinggi (tulang yang padat), mungkin tidak akan sampai menderita osteoporosis. Kehilangan kalsium tidak akan mencapai tingkat dimana terjadi osteoporosis. Lebih kurang 99% dari keseluruhan kalsium tubuh  berada di dalam tulang dan gigi. Apabila kadar kalsium darah turun di bawah normal, tubuh akan mengambilnya dari tulang untuk mengisinya lagi. Dengan bertambahnya usia, keseimbangan sistem mulai terganggu. Tulang kehilangan kalsium lebih cepat dibanding kemampuannya untuk mengisi kembali. Secara umum, osteoporosis terjadi saat fungsi penghancuran sel-sel tulang lebih dominan dibanding fungsi pembentukan sel-sel tulang, karena pola pembentukan dan resopsi tulang berbeda antar individu. Para ahli memperkirakan ada banyak faktor yang berperan mempengaruhi keseimbangan tersebut. Kadar hormon tiroid dan paratiroid yang berlebihan dapat mengakibatkan hilangnya kalsium dalam jumlah yang lebih banyak. Obat-obat golongan steroid pun dapat mengakibatkan hilangnya kalsium dari tulang.

          
          Proses pembentukan dan penimbunan sel-sel tulang mencapai  kepadatan maksimal berjalan paling efisien sampai umur mencapai 30 tahun, dengan bertambahnya usia, semakin sedikit jaringan tulang yang dibuat. Dengan usia yang lanjut, jaringan tulang yang hilang semakin banyak. Penelitian memperlihatkan bahwa setalah mencapai usia 40 tahun, akan kehilangan tulang sebesar 0,5% setiap tahunnya. Pada wanita dalam masa pascamenopause, keseimbangan kalsium menjadi negatif dengan tingkat 2 kali lipat dibanding sebelum menopause. Faktor hormonal menjadi sebab mengapa wanita dalam masa pascamenopause mempunyai resiko lebih besar untuk menderita osteoporosis. Pada masa menopause, terjadi penurunan kadar hormon estrogen. Estrogen memang merupakan salah satu faktor terpenting dalam mencegah hilangnya kalsium tulang. Selain itu, estrogen juga merangsang aktivitas osteoblas serta menghambat kerja hormon paratiroid dalam merangsang osteoklas.

3.      Pendidikan Kesehatan Yang Dapat Diberikan Perawat Pada Kasus Tersebut
a.      Anjurrkan klien untuk mengkonsumsi makanan berserat dan pemasukan cairan yang lebih banyak termasuk jus/sari buah
meningkatkan konsistensi feses untuk dapat melewati usus dengan mudah. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi ditandai dengan klien mengatakan kurang ,mengerti tentang penyakitnya, klien tampak gelisah
Tujuan : setelsh diberikan tindakan 7keperawatan diharapkan klien memahami tentang penyakit osteoporosis dan program terapi dengan criteria hasil klien mampu menjelaskan tentang penyakitnya, mampu menyebutkan program terapi yang diberikan, klien tampak tenang
b.       Ajarkan pada klien tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya osteoporosis
 Informasi yang diberikan akan membuat klien lebih memahami tentang penyakitnya
c.       Berikan pendidikan kepada klien mengenai efek samping penggunaan obat
 suplemen kalsium ssering mengakibatkan nyeri lambung dan distensi abdomen maka klien sebaiknya mengkonsumsi kalsium bersama makanan untuk mengurangi terjadinya efek samping tersebut dan memperhatikan asupan cairan yang memadai untuk menurunkan resiko pembentukan batu ginjal.
4.       Rencana Asuhan Keperawatan
Asuhan Keperawatan
A.    Pengkajian
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan status kesehatan dan pola pertahanan klien, mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan klien yang dapat diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik dan riwayat psikososial.
1. Anamnese:
ü  Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa medik, alamat, semua data mengenai identitaas klien tersebut untuk menentukan tindakan selanjutnya.
ü  Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.

B.     Riwayat Kesehatan
Riwayat Kesehatan. Dalam pengkajian riwayat kesehatan, perawat perlu mengidentifikasi :
a.    Rasa nyeri atau sakit tulang punggung (bagian bawah), leher,dan pinggang
b.    Berat badan menurun
c.    Biasanya diatas 45 tahun
d.    Jenis kelamin sering pada wanit
e.    Pola latihan dan aktivitas




ü  Pola aktivitas sehari-hari
Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan olahraga, pengisian waktu luang dan rekreasi, berpakaian, makan, mandi, dan toilet. Olahraga dapat membentuk pribadi yang baik dan individu akan merasa lebih baik. Selain itu, olahraga dapat mempertahankan tonus otot dan gerakan sendi. Lansia memerlukan aktifitas yang adekuat untuk mempertahankan fungsi tubuh. Aktifitas tubuh memerlukan interaksi yang kompleks antara saraf dan muskuloskeletal. Beberapa perubahan yang terjadi sehubungan dengan menurunnya gerak persendian adalah agility ( kemampuan gerak cepat dan lancar ) menurun, dan stamina menurun
ü  Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breathing).
Inspeksi : Ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang belakang.
Palpasi : Taktil fremitus seimbang kanan dan kiri.
Perkusi : Cuaca resonan pada seluruh lapang paru.
Auskultasi : Pada kasus lanjut usia, biasanya didapatkan suara ronki.
b. B2 ( Blood).
Pengisian kapiler kurang dari 1 detik, sering terjadi keringat dingin dan pusing. Adanya pulsus perifer memberi makna terjadi gangguan pembuluh darah atau edema yang berkaitan dengan efek obat.
 c. B3 ( Brain).
   Kesadaran biasanya kompos mentis. Pada kasus yang lebih parah, klien dapat mengeluh pusing dan gelisah.
               1. Kepala dan wajah: ada sianosis
 2. Mata: Sklera biasanya tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis.
 3. Leher: Biasanya JVP dalam normal
Nyeri punggung yang disertai pembatasan pergerakan spinal yang disadari dan halus merupakan indikasi adanya satu fraktur atau lebih, fraktur kompresi vertebra
d.      B4 (Bladder).
e.      Produksi urine biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada sistem perkemihan.
f.        B5 ( Bowel).
Untuk kasus osteoporosis, tidak ada gangguan eliminasi namun perlu di kaji frekuensi, konsistensi, warna, serta bau fese
g.        B6 ( Bone).
Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis. Klien osteoporosis sering menunjukan kifosis atau gibbus (dowager’s hump) dan penurunan tinggi badan dan berat badan. Ada perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality dan nyeri spinal. Lokasi fraktur yang sering terjadi adalah antara vertebra torakalis 8 dan lumbalis 3.

c.       Riwayat Psikosos
      Penyakit ini sering terjadi pada wanita. Biasanya sering timbul kecemasan, takut melakukan aktivitas dan perubahan konsep diri. Perawat perlu mengkaji masalah-masalah psikologis yang timbul akibat proses ketuaan dan efek penyakit yang menyertainya. 

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Masalah yang biasa terjadi pada klien osteoporosis adalah sebagai berikut :
1.       Nyeri akut yang berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra ditandai dengan klien mengeluh nyeri tulang
belakang, mengeluh bengkak pada pergelangan tangan, terdapat fraktur traumatic pada vertebra, klien tampak meringis.
2.        Risiko cedera yang berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan ketidakseimbangan tubuh ditandai dengan klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun, tulang belakang terlihat bungkuk.
3.        Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan keletihan atau gangguan gerak ditandai dengan klien mengeluh nyeri pada tulang belakang, kemampuan gerak cepat menurun, klien mengatakan badan terasa lemas dan stamina menurun serta terdapat fraktur traumatic pada vertebra dan menyebabkan kifosis angular.
4.        Gangguan citra diri yang berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik serta psikologis yang disebabkan oleh penyakit atau terapi ditandai dengan klien mengatakan membatasi pergaulan dan tampak menggunakan penyangga tulang belakang (spinal brace).
5.        Gangguan eleminasi alvi yang berhubungan dengan kompresi saraf pencernaan ileus paralitik ditandai dengan klien mengatakan buang air besar susah dan keras.
6.        Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi ditandai dengan klien mengatakan kurang ,mengerti tentang penyakitnya, klien tampak gelisah

C.       INTERVENSI
1.       Nyeri akut yang berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra ditandai dengan klien mengeluh nyeri tulang belakang.
Tujuan :  Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang.
Kriteria Hasil : Klien akan mengekspresikan nyerinya, klien dapat tenang dan istirahat yang cukup, klien dapat mandiri dalam perawatan dan penanganannya secara sederhana.
Intervensi
Rasional
  1. Pantau tingkat nyeri pada punggung, nyeri terlokalisasi atau menyebar pada abdomen atau pinggang.
  2. Ajarkan pada klien tentang alternative lain untuk mengatasi dan mengurangi rasa nyerinya.
  3. Kaji obat-obatan untuk mengatasi nyeri.
  4. Rencanakan pada klien tentang periode istirahat adekuat dengan berbaring dalam posisi telentang selama kurang lebih 15 menit
1.      Tulang dalam peningkatan jumlah trabekular, pembatasan gerak spinal.
2.      Alternatif lain untuk mengatasi nyeri, pengaturan posisi, kompres hangat dan sebagainya.
3.      Keyakinan klien tidak dapat menoleransi obat yang adekuat atau tidak adekuat untuk mengatasi nyerinya.
4.      Kelelahan dan keletihan dapat menurunkan minat untuk aktivitas sehari-hari.

2.              
fisik ;





2.      Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan skeletal (kifosis), nyeri sekunder atau fraktur baru.
Tujuan :  Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan klien mampu melakukan mobilitas fisik
Criteria hasil : Klien dapat meningkatan mobilitas klien mampu melakukan aktivitas hidup sehari hari secara mandiri

Intervensi
Rasional
  1. Kaji tingkat kemampuan klien yang masih ada.
  1. Rencanakan tentang pemberian program latihan:
·   Bantu klien jika diperlukan latihan
·   Ajarkan klien tentang aktivitas hidup sehari hari yang dapat dikerjakan
·   Ajarkan pentingnya latihan.
  1. Bantu kebutuhan untuk beradaptasi dan melakukan aktivitas hidup sehari hari, rencana okupasi .
  2. Peningkatan latihan fisik secara adekuat:
·   dorong latihan dan hindari tekanan pada tulang seperti berjalan
·   instruksikan klien untuk latihan selama kurang lebih 30menit dan selingi dengan istirahat dengan berbaring selama 15 menit
·   hindari latihan fleksi, membungkuk tiba– tiba,dan penangkatan beban berat
1.   Dasar untuk memberikan alternative dan latihan gerak yang sesuai dengan kemapuannya.
2.   Latihan akan meningkatkan pergerakan otot dan stimulasi sirkulasi darah




3.   Aktifitas hidup sehari-hari secara mandiri

4.   Dengan latihan fisik:
  • Masa otot lebih besar sehingga memberikan perlindungan pada osteoporosis
  • Program latihan merangsang pembentukan tulang
  • Gerakan menimbulkan kompresi vertical dan fraktur vertebra.

3.       Risiko cedera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan ketidakseimbangan tubuh.
Tujuan : Cedera tidak terjadi
       Kreteria Hasil : Klien tidak jatuh dan fraktur tidak terjadi: Klien dapat menghindari aktivitas yang mengakibatkan fraktur
Intervensi
Rasional
1.    Ciptakan lingkungan yang bebas dari bahaya:
  • Tempatkan klien pada tempat tidur rendah.
  • Amati lantai yang membahayakan klien.
  • Berikan penerangan yang cukup
  • Tempatkan klien pada ruangan yang tertutup dan mudah untuk diobservasi.
  • Ajarkan klien tentang pentingnya menggunakan alat pengaman di ruangan.
2.    Berikan dukungan ambulasi sesuai dengan kebutuhan:
  • Kaji kebutuhan untuk berjalan.
  • Konsultasi dengan ahli therapist.
  • Ajarkan klien untuk meminta bantuan bila diperlukan.
  • Ajarkan klien untuk berjalan dan keluar ruangan.

3.    Bantu klien untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari secara hati-hati.
4.    Ajarkan pada klien untuk berhenti secara perlahan, tidak naik tanggga, dan mengangkat beban berat.
  1. Ajarkan pentingnya diet untuk mencegah osteoporosis:
  • Rujuk klien pada ahli gizi
  • Ajarkan diet yang mengandung banyak kalsium
  • Ajarkan klien untuk mengurangi atau berhenti menggunakan rokok atau kopi
6.      Ajarkan tentang efek rokok terhadap pemulihan tulang
7.      Observasi efek samping obat-obatan yang digunakan.            
1.    Menciptakan lingkungan yang aman dan mengurangi risiko terjadinya kecelakaan.







2.    Ambulasi yang dilakukan tergesa-gesa dapat menyebabkan mudah jatuh.



3.    Penarikan yang terlalu keras akan menyebabkan terjadinya fraktur.

4.    Pergerakan yang cepat akan lebih memudahkan terjadinya fraktur kompresi vertebra pada klien osteoporosis.
5.    Diet kalsium dibutuhkan untuk mempertahankan kalsium serum, mencegah bertambahnya kehilangan tulang. Kelebihan kafein akan meningkatkan kalsium dalam urine. Alcohol akan meningkatkan asidosis yang meningkatkan resorpsi tulang
6.    Rokok dapat meningkatkan terjadinya asidosis.
7.    Obat-obatan seperti diuretic, fenotiazin dapat menyebabkan pusing, megantuk, dan lemah yang merupakan predisposisi klien untuk jatuh.


4.      Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan keletihan atau gangguan gerak ditandai dengan klien mengeluh nyeri pada tulang belakang, kemampuan gerak cepat menurun,
Tujuan    : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan perawatan diri klien terpenuhi.
criteria hasil : klien mampu mengungkapkan perasaan nyaman dan puas tentang kebersihan diri, mampu              mendemonstrasikan kebersihan optimal dalam perawatan yang diberikan.
Intervensi
Rasional
1.    Kaji kemampuan untuk berpartisipasi dalam setiap aktifitas perawatan.
2.    Beri perlengkapan adaptif jika dibutuhkan misalnya kursi dibawah pancuran, tempat pegangan pada dinding kamar mandi, alas kaki atau keset yang tidak licin, alat pencukur, semprotan pancuran dengan tangkai pemegang.
3.    Rencanakan individu untuk belajar dan mendemonstrasikan satu bagian aktivitas sebelum beralih ke tingkatan lebih lanjut.
1.       Untuk mengetahui sampai sejauh mana klien mampu melakukan perawatan diri secara mandiri.

2.       Peralatan adaptif ini berfungsi untuk membantu klien sehingga dapat melakukan perawatan diri secara mandiri dan optimal sesuai kemampuannya.

3.       Bagi klien lansia, satu bagian aktivitas bisa sangat melelahkan sehingga perlu waktu yang cukup untuk mendemonstrasikan satu bagian dari perawatan diri.







5.      Gangguan citra diri yang berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik serta psikologis yang disebabkan oleh penyakit atau terapi ditandai dengan klien mengatakan membatasi pergaulan dan tampak menggunakan penyangga tulang belakang (spinal brace).
Tujuan :    setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat menunjukkan     adaptasi dan menyatakan penerimaan pada situasi diri.
 criteria hasil : klien mengenali dan menyatu dengan perubahan dalam konsep diri yang akurat tanpa harga diri negative, mengungkapkan dan mendemonstrasikan peningkatan perasaan positif.
Intervensi
Rasional
1.         Dorong klien mengekspresikan perasaannya khususnya mengenai bagaimana klien merasakan, memikirkan dan memandang dirinya.
2.         Hindari kritik negative.
3.         Kaji derajat dukungan yang ada untuk klien
1.       Ekspresi emosi membantu klien mulai meneerima kenyataan.


2.       Kritik negative akan membuat klien merasa semakin rendah diri.
3.       Dukungan yang cukup dari orang terdekat dan teman dapat membantu proses adaptasi







6.      Gangguan eleminasi alvi yang berhubungan dengan kompresi saraf pencernaan ileus paralitik ditandai dengan klien mengatakan buang air besar susah dan keras
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan eleminasi klien tidak terganggu dengan
Criteria hasil: klien mampu menyebutkan teknik eleminasi feses, klien dapat mengeluarkan feses lunak dan berbentuk setiap hari atau 3 hari.

Intervensi
Rasional
1.      Auskultasi bising usus
2.      Observasi adanya distensi abdomen jika bising usus tidak ada atau berkurang

3.      Catat frekuensi, karakteristik dan jumlah feses.

4.       Lakukan latihan defekasi secara teratur
5.      Anjurrkan klien untuk mengkonsumsi makanan berserat dan pemasukan cairan yang lebih banyak termasuk jus/sari buah
R/meningkatkan konsistensi feses untuk dapat melewati usus dengan mudah
1.       Hilangnya bising usus menandakan adanya paralitik ileus.

2.       Hilangnya peristaltic (karena gangguan saraf) melumpuhkan usus, membuat distensi ileus dan usus.
3.       Mengidentifikasi derajat gangguan/ disfungsi dan kemungkinan bantuan yang diperlukan.
4.       Program ini diperlukan untuk mengeluarkan feses secara rutin.
5.       Meningkatkan konsistensi feses untuk dapat melewati usus dengan mudah.


7.      Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi ditandai dengan klien mengatakan kurang ,mengerti tentang penyakitnya, klien tampak gelisah.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien memahami tentang penyakit osteoporosis dan program terapi dengan criteria hasil klien mampu menjelaskan tentang penyakitnya, mampu menyebutkan program terapi yang diberikan, klien tampak tenang
Kriteria hasil : Klien mampu menjelaskan tentang penyakitnya, dan mampu menyebutkan program terapi yang diberikan, klien tampak tenang

Intervensi
Rasional
  1. Kaji ulang proses penyakit dan harapan yang akan datang
  1. Ajarkan pada klien tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya osteoporosis
  2. Berikan pendidikan kepada klien mengenai efek samping penggunaan obat
1.       Memberikan dasar pengetahuan dimana klien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi.
2.       Informasi yang diberikan akan membuat klien lebih memahami tentang penyakitnya
3.       Suplemen kalsium ssering mengakibatkan nyeri lambung dan distensi abdomen maka klien sebaiknya mengkonsumsi kalsium bersama makanan untuk mengurangi terjadinya efek samping tersebut dan memperhatikan asupan cairan yang memadai untuk menurunkan resiko pembentukan batu ginjal




D.  IMPLEMENTASI
Pada tahap ini perawat siap untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Fase implementasi atau pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu validasi rencana keperawatan, mendokumentasikan rencana keperawatan, memberikan asuhan keperawatan, dan pengumpulan data.
Pelaksanaan bertujuan untuk mengatasi diagnosa dan masalah keperawatan, kolaborasi dan membantu dalam pencapaian tujuan yang ditetapkan dan mempasilitas koping, tahapan tindakan keperawatan ada 3 antara lain :
1.      Persiapan : Perawat menyiapkan segala sesuatu yang perlu dalam tindakan keperawatan, yaitu mengulang tindakan keperawatan yang diidentifikasikan pada tahap intervensi,menganalisa pengetahuan dan ketermpilan yang diperlukan dalam mengetahui komplikasi dari tindakan yang mungkin muncul, menentukan kelengkapan dan menentukan lingkungan yang kondusif. Mengidentifikasi aspek hukum dan kode etik terhadap resiko dari kesalahan tindakan.
2.      Intervensi : Pelaksanaan tindakan keperawatan yang bertjuan untuk
 memenuhi kebutuhan fisik dan emosional, adapun sifat tindakan keperawatan yaitu independen, interindependen,dan dependen.
3.   Dokumentasi : Mendokumentasikan suatu proses keperawatan secara lengkap dan akurat.
E. EVALUASI
Hasil yang diharapkan meliputi:
1.      Nyeri berkurang
2.      Terpenuhinya kebutuhan mobilitas fisik
3.      Tidak terjadi cedera
4.      Terpenuhinya kebutuhan perawatan diri
5.      Status psikologis yang seimbang
6.      Terpenuhinya kebutuhan, pengetahuan dan informasi


5.      Identifikasi tindakan kolaborasi yang dapat dilakukan pada kasus tersebut yaitu
a.        Gunakan matras dengan tempat tidur papan untuk memperbaiki tulang belakang
b.      Bantu pasien menggunakan alat bantu walker atau tongkat
c.       Kolaborasikan pada pasien agar tidak mengonsumsi kopi dan rokok.
d.      Bantu dan anjurkan latihan ROM setiap 4 jam untuk meningkatkan fungsi persendian dan mencegah kontraktur
e.       Kolaborasi dengan ahli gizi dalam program diet tinggi kalsium serta vitamin C dan D
f.       Kolaborasi dengan petugas laboratorium dalam memantau kadar kalsium
.
6.      Identifikasi 2(dua) pemeriksaan diagnostik untuk memastikan diagnosis penyakit pasien
Pemeriksaan Penunjang/Evaluasi Diagnostik
1.      Radiologis
Gejala radiologis yang khas adalah densitas atau masa tulang yang menurun yang dapat dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus vertebra biasanya merupakan lokasi yang paling berat. Penipisa korteks dan hilangnya trabekula transfersal merupakan kelainan yang sering ditemukan. Lemahnya korpus vertebra menyebabkan penonjolan yang menggelembung dari nukleus pulposus ke dalam ruang intervertebral dan menyebabkan deformitas bikonkaf.
2. CT-Scan
CT-Scan dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyao nilai penting dalam diagnostik dan terapi follow up. Mineral vertebra diatas 110 mg/cmbaisanya tidak menimbulkan fraktur vetebra atau penonjolan, sedangkan mineral vertebra dibawa h 65 mg/cmada pada hampir semua klien yang mengalami fraktur.
3. Pemeriksaan Laboratorium
  1. Kadar Ca, P, Fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan yang nyata.
  2. Kadar HPT (pada pascamenoupouse kadar HPT meningkat) dan Ct (terapi ekstrogen merangsang pembentukkan Ct)
  3. Kadar 1,25-(OH)2-D3 absorbsi Ca menurun.
  4. Eksresi fosfat dan hidroksipolin terganggu sehingga meningkat kadarnya





Tidak ada komentar:

Posting Komentar