OSTEOPOROSIS
Definisi :
Osteoforosis adalah suatu penyakit
dengan tanda utama berupa berkurangnya kepadatan massa tulang, yang berakibat
meningkatnya kerapuhan tulang dan meningkatkan resiko patah tulang. Massa
tulang laki – laki dan perempuan akan berkurang seiring bertambahnya usia. Masa
tulang pada perempuan berkurang lebih cepat di bandingkan dengan laki – laki.
Hal ini disebabkan pada massa menopause, fungsi ovarium menurun drastis
yang berdampak pada berkurangnya produksi hormonestrogen dan progesteron. Saat
hormon estrogen turun kadarnya karena usia yang lanjut ( menopause ),
terjadilah penurunanaktivitas osteoblas ( pembentukan tulang baru ) dan
peningkatan kerja sel osteoklas ( penghancur tulang ). Jadi, secara kodrati
oateoporosis lebih banyak menyerang perempuan, yaitu lebih 2,5 kali lebih
sering dibandingkan laki – laki.
Osteoporosis adalah kelainan
dimana terjadi penurunan masa tulang total. Terdapat perubahan pergantian
tulang homeostasis normal, kecepatan resoprsi tulang lebih besar dari kecepatan
pembentukan tulang, mengakibatkan penurunan masa tulang total. Tulang secara
progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah. Tulang menjadi mudah fraktur
dengan stress yang tidak akan menimbulkan pada tulang normal. Osteoporosis
sering mengakibatkan fraktur konversi vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur
daerah koulum femoris dan daerah tronkanter, dan patah tulang coles pada
pergelangan tangan. fraktur kompresi ganda fertebra mengakibatkan deformitas
skeletal. Osteoporosis merupakan penyakit skeletal sistemik yang ditandai
dengan massa tulang yang rendah dan kerusakan mikroarsitektur jaringan tulang,
yang mengakibatkan meningkatnya fragilitas tulang sehingga tulang cenderung
untuk mengalami fraktur spontan atau akibat trauma minimal. (Consensus Development Conference,
1993).
KASUS
Seorang wanita berusia 55 tahun dirawat di ruang interna
dengan keluhan nyeri punggung, skala 6. Klien telah mengalami menopause sejak 1
tahun yang lalu. Klien memiliki kebiasaan mengkonsumsi kopi dan merokok 6 batang
sehari. Hasil pemeriksaan fisik tampak kifosis, tampak keterbatasan gerak.
1.
Identifikasi
jenis Osteoporosis yang dialami pasien tersebut!
Jenis Osteoporosis
Bila disederhanakan, terdapat dua jenis
osteoporosis, yaitu osteoporosis primer dan sekunder.
- Osteoporosis primer adalah kehilangan massa tulang yang terjadi sesuai dengan proses penuaan. Sampai saat ini osteoporosis primer masih menduduki tempat utama karena lebih banyak ditemukan dibanding dengan osteoporosis sekunder. Proses ketuaan pada wanita menopause dan usia lanjut merupakan contoh dari osteoporosis primer.
- Osteoporisis sekunder didefinisikan sebagai kehilangan massa tulang akibat hal hal tertentu. mungkin berhubungan dengan kelainan patologis tertentu termasuk kelainan endokrin, epek samping obat obatan, immobilisasi, Pada osteoporosis sekunder, terjadi penurunan densitas tulang yang cukup berat untuk menimbulkan fraktur traumatik akibat faktor ekstrinsik seperti kelebihan steroid, artritis reumatoid, kelainan hati/ginjal kronis, sindrom malabsorbsi, mastositosis sistemik, hiperparatiroidisme, hipertiroidisme, varian status hipogonade, dan lain-lain.
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan
mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan kalsium
yang rendah. Mekanisme pengaruh merokok terhadap penurunan massa tulang tidak
diketahui, akan tetapi kafein dapat memperbanyak ekskresi kalsium melalui urin
maupun tinja. Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang sering
ditemukan. Individu dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan masukan
kalsium rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang meningkat. Mekanisme
yang jelas belum diketahui dengan pasti.
Berdasarkan
identifikasi jenis osteoporosis yang di alami pada kasus tersebut dengan
melihat kebiasaanya maka kita dapat menyimpulkan bahwa jenis osteoporosis
skunder karena jenis osteoporosis ini banyak penyebabnya di antaranya:
a. kafein
bahaya kafein
menyebabkan tubuh mengeluarkan kalsium,
biasanya kafein juga mencoba untuk menyerap lebih banyak kalsium pada
titik-titik lain di siang hari, akan tetapi kafein dapat memperbanyak ekskresi kalsium
melalui urin maupun tinja. Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang
sering ditemukan
b. dan
merokok yang merupakan kebiasaan wanita tersebut
bahaya merokok dapat
menimbulkan pengkroposan tulang atau dikenal dengan osteoporosis, dan putus
haid awal.
Mekanisme pengaruh merokok terhadap penurunan massa tulang
tidak diketahui,
2.
patofisiologi
terjadinya penyakit
Patofisiologi Penyakit Osteoporosis
Menurut definisi, osteoporosis
adalah penyakit yang dicirikan oleh rendahnya massa tulang dan kemunduran
struktural jaringan tulang, yang menyebabkan kerapuhan tulang. Apabila tidak
dicegah atau bila tidak ditangani dengan baik, proses pengeroposan akan terus
berlanjut sampai tulang menjadi patah dan penderitanya mengalami kesakitan dalam
melakukan pergerakan anggota tubuhnya. Patah tulang ini umumnya akan terjadi
pada tulang belakang, tulang panggul, dan pergelangan tangan. Bila patah
terjadi pada tulang panggul, hampir selalu penanganannya melalui operasi atau
pembedahan. Apabila tulang tidak bergeser, biasanya sambungan disangga dengan
plat dan batang logam. Namun bila sambungan tulang bergeser, penggantian dengan
sendi tiruan dapat
dilakukan. Perggantian sendi tiruan memerlukan biaya pengobatan yang sangat besar. Patah tulang
panggul juga bisa membuat seseorang tidak mampu berjalan tanpa bantuan dan bisa
menyebabkan kecacatan permanen. Patah pada tulang belakang dapat menyebabkan berkurangnya tinggi tubuh, rasa sakit pada
tulang belakang yang parah, dan perubahan bentuk tubuh.
Dalam keadaan normal, tulang dalam keadaan seimbang antara proses
pembentukan dan penghancuran. Fungsi penghancuran (resorpsi) yang dilaksanakan
oleh osteoklas, dan fungsi pembentukan yang dijalankan oleh osteoblas
senantiasa berpasangan dengan baik. Fase yang satu akan merangsang terjadinya
fase yang lain. Dengan demikian tulang akan beregenerasi. Keseimbangan kalsium, antara yang masuk dan keluar, juga memiliki peranan yang penting, bahkan merupakan faktor penentu utama untuk
terjadinya osteoporosis adalah kadar kalsium yang masih terdapat pada tulang. Seseorang memiliki densitas tulang yang tinggi
(tulang yang padat), mungkin tidak akan sampai menderita osteoporosis.
Kehilangan kalsium tidak akan mencapai tingkat dimana terjadi osteoporosis. Lebih kurang
99% dari keseluruhan kalsium tubuh berada di dalam tulang dan gigi.
Apabila kadar kalsium darah turun di bawah normal, tubuh akan mengambilnya dari
tulang untuk mengisinya lagi. Dengan bertambahnya usia, keseimbangan sistem mulai
terganggu. Tulang kehilangan kalsium lebih cepat dibanding kemampuannya untuk
mengisi kembali. Secara umum, osteoporosis terjadi saat fungsi penghancuran
sel-sel tulang lebih dominan dibanding fungsi pembentukan sel-sel tulang,
karena pola pembentukan dan resopsi tulang berbeda antar individu. Para ahli
memperkirakan ada banyak faktor yang berperan mempengaruhi keseimbangan
tersebut. Kadar hormon tiroid dan paratiroid yang berlebihan dapat
mengakibatkan hilangnya kalsium dalam jumlah yang lebih banyak. Obat-obat
golongan steroid pun dapat mengakibatkan hilangnya kalsium dari tulang.
Proses pembentukan dan penimbunan sel-sel tulang mencapai kepadatan maksimal berjalan
paling efisien sampai umur mencapai 30 tahun, dengan
bertambahnya usia,
semakin sedikit jaringan tulang yang dibuat. Dengan usia
yang lanjut, jaringan
tulang yang hilang semakin banyak. Penelitian memperlihatkan bahwa setalah mencapai usia 40 tahun, akan kehilangan tulang
sebesar 0,5%
setiap tahunnya. Pada wanita dalam masa pascamenopause, keseimbangan kalsium
menjadi negatif dengan tingkat 2 kali lipat dibanding sebelum menopause. Faktor
hormonal menjadi sebab mengapa wanita dalam masa pascamenopause mempunyai
resiko lebih besar untuk menderita osteoporosis. Pada masa menopause, terjadi penurunan kadar hormon
estrogen. Estrogen memang merupakan salah satu faktor terpenting dalam mencegah
hilangnya kalsium tulang. Selain itu, estrogen juga merangsang aktivitas
osteoblas serta menghambat kerja hormon paratiroid dalam merangsang osteoklas.
3.
Pendidikan
Kesehatan Yang Dapat Diberikan Perawat Pada Kasus Tersebut
a. Anjurrkan
klien untuk mengkonsumsi makanan berserat dan pemasukan cairan yang lebih
banyak termasuk jus/sari buah
meningkatkan konsistensi feses untuk dapat melewati usus dengan mudah. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi ditandai dengan klien mengatakan kurang ,mengerti tentang penyakitnya, klien tampak gelisah
Tujuan : setelsh diberikan tindakan 7keperawatan diharapkan klien memahami tentang penyakit osteoporosis dan program terapi dengan criteria hasil klien mampu menjelaskan tentang penyakitnya, mampu menyebutkan program terapi yang diberikan, klien tampak tenang
meningkatkan konsistensi feses untuk dapat melewati usus dengan mudah. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi ditandai dengan klien mengatakan kurang ,mengerti tentang penyakitnya, klien tampak gelisah
Tujuan : setelsh diberikan tindakan 7keperawatan diharapkan klien memahami tentang penyakit osteoporosis dan program terapi dengan criteria hasil klien mampu menjelaskan tentang penyakitnya, mampu menyebutkan program terapi yang diberikan, klien tampak tenang
b. Ajarkan pada klien tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya osteoporosis
Informasi yang diberikan akan membuat klien lebih memahami tentang penyakitnya
Informasi yang diberikan akan membuat klien lebih memahami tentang penyakitnya
c. Berikan
pendidikan kepada klien mengenai efek samping penggunaan obat
suplemen kalsium ssering mengakibatkan nyeri lambung dan distensi abdomen maka klien sebaiknya mengkonsumsi kalsium bersama makanan untuk mengurangi terjadinya efek samping tersebut dan memperhatikan asupan cairan yang memadai untuk menurunkan resiko pembentukan batu ginjal.
suplemen kalsium ssering mengakibatkan nyeri lambung dan distensi abdomen maka klien sebaiknya mengkonsumsi kalsium bersama makanan untuk mengurangi terjadinya efek samping tersebut dan memperhatikan asupan cairan yang memadai untuk menurunkan resiko pembentukan batu ginjal.
4.
Rencana Asuhan Keperawatan
Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Pengumpulan
data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan status kesehatan
dan pola pertahanan klien, mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan klien
yang dapat diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik dan riwayat
psikososial.
1. Anamnese:
ü Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin,
suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian,
nomor register, diagnosa medik, alamat, semua data mengenai identitaas klien
tersebut untuk menentukan tindakan selanjutnya.
ü Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini
sangat perlu untuk memudahkan dan jadi penanggung jawab klien selama perawatan,
data yang terkumpul meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan
klien dan alamat.
B. Riwayat
Kesehatan
Riwayat
Kesehatan. Dalam pengkajian riwayat kesehatan, perawat perlu mengidentifikasi :
a.
Rasa nyeri atau sakit tulang punggung (bagian bawah), leher,dan pinggang
b.
Berat badan menurun
c.
Biasanya diatas 45 tahun
d.
Jenis kelamin sering pada wanit
e.
Pola latihan dan aktivitas
ü Pola aktivitas
sehari-hari
Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan
olahraga, pengisian waktu luang dan rekreasi, berpakaian, makan, mandi, dan
toilet. Olahraga dapat membentuk pribadi yang baik dan individu akan merasa
lebih baik. Selain itu, olahraga dapat mempertahankan tonus otot dan
gerakan sendi. Lansia memerlukan aktifitas yang adekuat untuk mempertahankan
fungsi tubuh. Aktifitas tubuh memerlukan interaksi yang kompleks antara saraf
dan muskuloskeletal. Beberapa perubahan yang terjadi sehubungan dengan menurunnya
gerak persendian adalah agility ( kemampuan gerak cepat dan lancar ) menurun,
dan stamina menurun
ü Pemeriksaan
Fisik
a. B1 (Breathing).
Inspeksi :
Ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang belakang.
Palpasi : Taktil fremitus seimbang kanan dan kiri.
Palpasi : Taktil fremitus seimbang kanan dan kiri.
Perkusi : Cuaca
resonan pada seluruh lapang paru.
Auskultasi :
Pada kasus lanjut usia, biasanya didapatkan suara ronki.
b. B2 ( Blood).
Pengisian
kapiler kurang dari 1 detik, sering terjadi keringat dingin dan pusing. Adanya
pulsus perifer memberi makna terjadi gangguan pembuluh darah atau edema yang
berkaitan dengan efek obat.
c. B3 ( Brain).
Kesadaran biasanya kompos mentis.
Pada kasus yang lebih parah, klien dapat mengeluh pusing dan gelisah.
1. Kepala dan wajah: ada sianosis
2. Mata: Sklera biasanya tidak ikterik, konjungtiva
tidak anemis.
3. Leher: Biasanya JVP dalam normal
Nyeri punggung
yang disertai pembatasan pergerakan spinal yang disadari dan halus merupakan
indikasi adanya satu fraktur atau lebih, fraktur kompresi vertebra
d.
B4
(Bladder).
e.
Produksi urine biasanya dalam batas
normal dan tidak ada keluhan pada sistem perkemihan.
f.
B5 ( Bowel).
Untuk kasus osteoporosis, tidak ada
gangguan eliminasi namun perlu di kaji frekuensi, konsistensi, warna, serta bau
fese
g.
B6 ( Bone).
Pada inspeksi dan palpasi daerah
kolumna vertebralis. Klien osteoporosis sering menunjukan kifosis atau gibbus
(dowager’s hump) dan penurunan tinggi badan dan berat badan. Ada perubahan gaya
berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality dan nyeri spinal. Lokasi
fraktur yang sering terjadi adalah antara vertebra torakalis 8 dan lumbalis 3.
c.
Riwayat
Psikosos
Penyakit ini sering terjadi pada wanita. Biasanya sering timbul
kecemasan, takut melakukan aktivitas dan perubahan konsep diri. Perawat perlu
mengkaji masalah-masalah psikologis yang timbul akibat proses ketuaan dan efek
penyakit yang menyertainya.
B.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Masalah
yang biasa terjadi pada klien osteoporosis adalah sebagai berikut :
1.
Nyeri akut yang berhubungan dengan dampak
sekunder dari fraktur vertebra ditandai dengan klien mengeluh nyeri tulang
belakang, mengeluh bengkak pada pergelangan
tangan, terdapat fraktur traumatic pada vertebra, klien tampak meringis.
2.
Risiko cedera yang berhubungan dengan dampak
sekunder perubahan skeletal dan ketidakseimbangan tubuh ditandai dengan klien
mengeluh kemampuan gerak cepat menurun, tulang belakang terlihat bungkuk.
3.
Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan
keletihan atau gangguan gerak ditandai dengan klien mengeluh nyeri pada tulang
belakang, kemampuan gerak cepat menurun, klien mengatakan badan terasa lemas
dan stamina menurun serta terdapat fraktur traumatic pada vertebra dan
menyebabkan kifosis angular.
4.
Gangguan citra diri yang berhubungan dengan
perubahan dan ketergantungan fisik serta psikologis yang disebabkan oleh
penyakit atau terapi ditandai dengan klien mengatakan membatasi pergaulan dan
tampak menggunakan penyangga tulang belakang (spinal brace).
5.
Gangguan eleminasi alvi yang berhubungan
dengan kompresi saraf pencernaan ileus paralitik ditandai dengan klien
mengatakan buang air besar susah dan keras.
6.
Kurang pengetahuan mengenai proses
osteoporosis dan program terapi yang berhubungan dengan kurang informasi, salah
persepsi ditandai dengan klien mengatakan kurang ,mengerti tentang penyakitnya,
klien tampak gelisah
C. INTERVENSI
1.
Nyeri akut yang berhubungan dengan dampak
sekunder dari fraktur vertebra ditandai dengan klien mengeluh nyeri tulang
belakang.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan nyeri berkurang.
Kriteria
Hasil : Klien
akan mengekspresikan nyerinya, klien dapat tenang dan istirahat yang cukup,
klien dapat mandiri dalam perawatan dan penanganannya secara sederhana.
Intervensi
|
Rasional
|
|
1.
Tulang dalam peningkatan jumlah trabekular, pembatasan gerak spinal.
2.
Alternatif lain untuk mengatasi nyeri, pengaturan posisi, kompres hangat dan
sebagainya.
3.
Keyakinan klien tidak dapat menoleransi obat yang adekuat atau tidak adekuat
untuk mengatasi nyerinya.
4.
Kelelahan dan keletihan dapat menurunkan minat untuk aktivitas sehari-hari.
|
2.
fisik ;
2. Hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan skeletal (kifosis),
nyeri sekunder atau fraktur baru.
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan klien
mampu melakukan mobilitas fisik
Criteria hasil : Klien dapat meningkatan mobilitas
klien mampu melakukan aktivitas hidup sehari hari secara mandiri
Intervensi
|
Rasional
|
· Bantu klien jika diperlukan latihan
· Ajarkan klien tentang aktivitas hidup sehari
hari yang dapat dikerjakan
· Ajarkan pentingnya latihan.
· dorong latihan dan hindari tekanan pada
tulang seperti berjalan
· instruksikan klien untuk latihan selama
kurang lebih 30menit dan selingi dengan istirahat dengan berbaring selama 15
menit
· hindari latihan fleksi, membungkuk tiba–
tiba,dan penangkatan beban berat
|
1. Dasar untuk memberikan alternative dan
latihan gerak yang sesuai dengan kemapuannya.
2. Latihan akan meningkatkan pergerakan otot
dan stimulasi sirkulasi darah
3. Aktifitas hidup sehari-hari secara mandiri
4. Dengan latihan fisik:
|
3.
Risiko cedera berhubungan dengan dampak
sekunder perubahan skeletal dan ketidakseimbangan tubuh.
Tujuan : Cedera tidak terjadi
Kreteria
Hasil : Klien
tidak jatuh dan fraktur tidak terjadi: Klien dapat menghindari aktivitas yang
mengakibatkan fraktur
Intervensi
|
Rasional
|
1. Ciptakan lingkungan yang bebas dari
bahaya:
2. Berikan dukungan ambulasi sesuai
dengan kebutuhan:
3. Bantu klien untuk melakukan aktivitas
hidup sehari-hari secara hati-hati.
4. Ajarkan pada klien untuk berhenti
secara perlahan, tidak naik tanggga, dan mengangkat beban berat.
6. Ajarkan tentang efek
rokok terhadap pemulihan tulang
7. Observasi efek samping
obat-obatan yang digunakan.
|
1. Menciptakan lingkungan yang aman dan
mengurangi risiko terjadinya kecelakaan.
2. Ambulasi yang dilakukan tergesa-gesa
dapat menyebabkan mudah jatuh.
3. Penarikan yang terlalu keras akan
menyebabkan terjadinya fraktur.
4. Pergerakan yang cepat akan lebih
memudahkan terjadinya fraktur kompresi vertebra pada klien osteoporosis.
5. Diet kalsium dibutuhkan untuk
mempertahankan kalsium serum, mencegah bertambahnya kehilangan tulang.
Kelebihan kafein akan meningkatkan kalsium dalam urine. Alcohol akan
meningkatkan asidosis yang meningkatkan resorpsi tulang
6. Rokok dapat meningkatkan terjadinya
asidosis.
7. Obat-obatan seperti diuretic,
fenotiazin dapat menyebabkan pusing, megantuk, dan lemah yang merupakan
predisposisi klien untuk jatuh.
|
4.
Kurang
perawatan diri yang berhubungan dengan keletihan atau gangguan gerak ditandai
dengan klien mengeluh nyeri pada tulang belakang, kemampuan gerak cepat
menurun,
Tujuan
: setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan perawatan
diri klien terpenuhi.
criteria
hasil :
klien mampu mengungkapkan perasaan nyaman dan puas tentang kebersihan diri, mampu mendemonstrasikan kebersihan
optimal dalam perawatan yang diberikan.
Intervensi
|
Rasional
|
1. Kaji kemampuan untuk
berpartisipasi dalam setiap aktifitas perawatan.
2. Beri perlengkapan adaptif jika
dibutuhkan misalnya kursi dibawah pancuran, tempat pegangan pada dinding
kamar mandi, alas kaki atau keset yang tidak licin, alat pencukur, semprotan
pancuran dengan tangkai pemegang.
3. Rencanakan individu untuk belajar
dan mendemonstrasikan satu bagian aktivitas sebelum beralih ke tingkatan
lebih lanjut.
|
1. Untuk mengetahui sampai sejauh mana
klien mampu melakukan perawatan diri secara mandiri.
2.
Peralatan
adaptif ini berfungsi untuk membantu klien sehingga dapat melakukan perawatan
diri secara mandiri dan optimal sesuai kemampuannya.
3.
Bagi
klien lansia, satu bagian aktivitas bisa sangat melelahkan sehingga perlu
waktu yang cukup untuk mendemonstrasikan satu bagian dari perawatan diri.
|
5.
Gangguan
citra diri yang berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik serta
psikologis yang disebabkan oleh penyakit atau terapi ditandai dengan klien
mengatakan membatasi pergaulan dan tampak menggunakan penyangga tulang belakang
(spinal brace).
Tujuan
: setelah diberikan tindakan
keperawatan diharapkan klien dapat menunjukkan adaptasi dan menyatakan penerimaan
pada situasi diri.
criteria hasil : klien mengenali dan menyatu dengan
perubahan dalam konsep diri yang akurat tanpa harga diri negative,
mengungkapkan dan mendemonstrasikan peningkatan perasaan positif.
Intervensi
|
Rasional
|
1. Dorong
klien mengekspresikan perasaannya khususnya mengenai bagaimana klien
merasakan, memikirkan dan memandang dirinya.
2. Hindari
kritik negative.
3. Kaji
derajat dukungan yang ada untuk klien
|
1.
Ekspresi
emosi membantu klien mulai meneerima kenyataan.
2.
Kritik
negative akan membuat klien merasa semakin rendah diri.
3.
Dukungan
yang cukup dari orang terdekat dan teman dapat membantu proses adaptasi
|
6. Gangguan eleminasi alvi yang
berhubungan dengan kompresi saraf pencernaan ileus paralitik ditandai dengan
klien mengatakan buang air besar susah dan keras
Tujuan :
setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan eleminasi klien tidak
terganggu dengan
Criteria hasil: klien mampu menyebutkan teknik eleminasi feses, klien dapat
mengeluarkan feses lunak dan berbentuk setiap hari atau 3 hari.
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Auskultasi bising usus
2. Observasi adanya distensi
abdomen jika bising usus tidak ada atau berkurang
3. Catat frekuensi,
karakteristik dan jumlah feses.
4. Lakukan latihan
defekasi secara teratur
5.
Anjurrkan klien untuk mengkonsumsi makanan berserat dan pemasukan cairan yang
lebih banyak termasuk jus/sari buah
R/meningkatkan konsistensi feses untuk dapat melewati usus dengan mudah |
1.
Hilangnya
bising usus menandakan adanya paralitik ileus.
2.
Hilangnya peristaltic (karena
gangguan saraf) melumpuhkan usus, membuat distensi ileus dan usus.
3.
Mengidentifikasi
derajat gangguan/ disfungsi dan kemungkinan bantuan yang diperlukan.
4.
Program
ini diperlukan untuk mengeluarkan feses secara rutin.
5. Meningkatkan konsistensi feses
untuk dapat melewati usus dengan mudah.
|
7.
Kurang pengetahuan mengenai proses
osteoporosis dan program terapi yang berhubungan dengan kurang informasi, salah
persepsi ditandai dengan klien mengatakan kurang ,mengerti tentang penyakitnya,
klien tampak gelisah.
Tujuan : Setelah
diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien memahami tentang penyakit
osteoporosis dan program terapi dengan criteria hasil klien mampu menjelaskan
tentang penyakitnya, mampu menyebutkan program terapi yang diberikan, klien
tampak tenang
Kriteria hasil : Klien mampu
menjelaskan tentang penyakitnya, dan mampu menyebutkan program terapi yang
diberikan, klien tampak tenang
Intervensi
|
Rasional
|
|
1. Memberikan
dasar pengetahuan dimana klien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi.
2.
Informasi yang diberikan akan membuat klien lebih memahami tentang
penyakitnya
3.
Suplemen kalsium ssering mengakibatkan nyeri lambung dan distensi abdomen
maka klien sebaiknya mengkonsumsi kalsium bersama makanan untuk mengurangi
terjadinya efek samping tersebut dan memperhatikan asupan cairan yang memadai
untuk menurunkan resiko pembentukan batu ginjal
|
D. IMPLEMENTASI
Pada tahap ini perawat siap untuk melaksanakan intervensi
dan aktivitas-aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Fase
implementasi atau pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu validasi
rencana keperawatan, mendokumentasikan rencana keperawatan, memberikan asuhan
keperawatan, dan pengumpulan data.
Pelaksanaan bertujuan untuk mengatasi
diagnosa dan masalah keperawatan, kolaborasi dan membantu dalam pencapaian
tujuan yang ditetapkan dan mempasilitas koping, tahapan tindakan
keperawatan ada 3 antara lain :
1. Persiapan :
Perawat menyiapkan segala sesuatu yang perlu dalam tindakan keperawatan, yaitu
mengulang tindakan keperawatan yang diidentifikasikan pada tahap
intervensi,menganalisa pengetahuan dan ketermpilan yang diperlukan dalam
mengetahui komplikasi dari tindakan yang mungkin muncul, menentukan kelengkapan
dan menentukan lingkungan yang kondusif. Mengidentifikasi aspek hukum dan kode
etik terhadap resiko dari kesalahan tindakan.
2. Intervensi :
Pelaksanaan tindakan keperawatan yang bertjuan untuk
memenuhi
kebutuhan fisik dan emosional, adapun sifat tindakan keperawatan yaitu
independen, interindependen,dan dependen.
3. Dokumentasi : Mendokumentasikan suatu proses
keperawatan secara lengkap dan akurat.
E.
EVALUASI
Hasil
yang diharapkan meliputi:
1. Nyeri berkurang
2. Terpenuhinya kebutuhan mobilitas
fisik
3. Tidak terjadi cedera
4. Terpenuhinya kebutuhan perawatan
diri
5. Status psikologis yang seimbang
6. Terpenuhinya kebutuhan, pengetahuan
dan informasi
5.
Identifikasi
tindakan kolaborasi yang dapat dilakukan pada kasus tersebut yaitu
a.
Gunakan matras dengan tempat tidur papan
untuk memperbaiki tulang belakang
b.
Bantu pasien menggunakan alat bantu
walker atau tongkat
c.
Kolaborasikan pada pasien agar
tidak mengonsumsi kopi dan rokok.
d. Bantu
dan anjurkan latihan ROM setiap 4 jam untuk meningkatkan fungsi persendian dan
mencegah kontraktur
e. Kolaborasi
dengan ahli gizi dalam program diet tinggi kalsium serta vitamin C dan D
f. Kolaborasi
dengan petugas laboratorium dalam memantau kadar kalsium
.
6.
Identifikasi
2(dua) pemeriksaan diagnostik untuk memastikan diagnosis penyakit pasien
Pemeriksaan Penunjang/Evaluasi
Diagnostik
1.
Radiologis
Gejala radiologis yang khas adalah densitas
atau masa tulang yang menurun yang dapat dilihat pada vertebra spinalis.
Dinding dekat korpus vertebra biasanya merupakan lokasi yang paling berat.
Penipisa korteks dan hilangnya trabekula transfersal merupakan kelainan yang
sering ditemukan. Lemahnya korpus vertebra menyebabkan penonjolan yang
menggelembung dari nukleus pulposus ke dalam ruang intervertebral dan
menyebabkan deformitas bikonkaf.
2. CT-Scan
CT-Scan dapat
mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyao nilai penting dalam diagnostik
dan terapi follow up. Mineral vertebra diatas 110 mg/cm3 baisanya
tidak menimbulkan fraktur vetebra atau penonjolan, sedangkan mineral vertebra
dibawa h 65 mg/cm3 ada pada hampir semua klien yang mengalami
fraktur.
3. Pemeriksaan Laboratorium
- Kadar Ca, P, Fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan yang nyata.
- Kadar HPT (pada pascamenoupouse kadar HPT meningkat) dan Ct (terapi ekstrogen merangsang pembentukkan Ct)
- Kadar 1,25-(OH)2-D3 absorbsi Ca menurun.
- Eksresi fosfat dan hidroksipolin terganggu sehingga meningkat kadarnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar