Tugas : Individu
PERAN PERAWAT UNTUK MENURUNKAN STRES AKIBAT HOSPITALISASI
MAKALAH
Oleh :
LD MUH ADY ARDYAWAN
NIM : 911312906105.076
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AVICENA KENDARI
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Yang
Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan kurniaNya, sehingga saya dapat
menyelesaikan Makalah dengan judul “ PERAN PERAWAT UNTUK MENURUNKAN STRES
AKIBAT HOSPITALISASI “. Makalah disusun dalam rangka
memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak
Akhir kata penulis berharap dan
berdo‟a semoga bimbingan, bantuan, dorongan, dan pengorbanan yang telah
diberikan mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT.
Kendari, 1 Oktober 2014
LD MUH ADY ARDYAWAN
NIM : 911312906105.076
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang ………………………………….….……..
1
b. Rumusan Masalah ……………………………………….. 2
c. Tujuan ………… ……………………………….……….. 2
d. Manfaat ………… ……………………………….……… 2
BAB II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Hospitalisasi…………
………………….…… .3
B. Manfaat Hospitalisasi
…………………………………….. 4
C. Faktor – Faktor Penunjang
Hospitalisasi………....……… ..5
D. Stresor Dalam Hospitalisasi.………………………...……..
7
E. Dampak Hospitalisasi …………...…………………..…….
11
F. Mengatasi Dampak Hospitalisasi
………..……..…….…… 14
BAB III. PENUTUP
A. Kesimpulan ……………………………………………….` 63
B. Saran ………………………………………………….…… 78
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Sakit
bukan lagi kata yang jarang kita dengar. Setiap orang mungkin pernah mengalami
sakit dan bahkan mungkin pernah dirawat di rumah sakit. Suasana saat berada di
tempat perawatan seperti rumah sakit tentu berbeda dengan suasana yang biasanya
seseorang rasakan. Suasana dengan dikelilingi orang-orang yang berbeda. Hal ini
tentu akan sangat dirasakan terutama bagi mereka yang baru pertama kalinya
merasakan suasana perawatan rumah sakit. Proses perawatan tersebut merupakan
proses hospitalisasi. Hospitalisasi diartikan adanya beberapa perubahan psikis
yang dapat menjadi sebab yang bersangkutan dirawat disebuah institusi seperti
rumah perawatan (Berton, 1958 dalam Stevens, 1992).
Hospitalisasi
ini memiliki dampak terhadap psikis pada pasien (anak) ataupun pada orang tua.
Seperti pasien merasa keahilangan privasi,otonomi, serta perubahan gaya
hidupnya. Sedangkan pada orang tua, sepertiadanya rasa bersalah dan frustasi
karena tidak dapat menjaga kesehatan anaknya.
Oleh karena itu, betapa pentingnya seorang perawat memahami konsep hospitalisasi agar dampaknya pada anak/pasien dan orang tua/keluarga dapat diminimalisir sehingga dapat dijadikan dasar dalam pemberian suatu tindakan asuhan keperawatan.
1.2.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka didapat rumusan masalah sebagai berikut:
a.
Menjelaskan pengertian hospitalisasi?
b. Menjelaskan manfaat hospitalisasi?
c.
Menerangkan tentang factor-faktor penunjang hospitalisasi?
d. Bagaimana cara mempersiapkan anak dalam
mandapatkan pelayanan di rumah sakit?
e.
Bagaimana stressor dalam hospitalisasi?
f.
Bagaimana dampak hospitalisasi?
g. Bagaiman cara mengatasi dampak hospitalisasi?
1.3.
Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut.
a. Mengetahui
apa itu hospitalisasi.
b. Mengetahui
manfaat hospitalisasi
c. Mengetahui faktor-faktor penunjang
hospitalisasi.
d. Mengetahui
bagaimana cara mempersiapkan anak dalam mendapatkan pelayanan di rumah sakit.
e. Mengetahui
stressor dalam hospitalisasi.
f. Mengetahui
dampak dari hospitalisasi.
g. Mengetahui
cara mengatasi dampak hospitalisasi
1.4.
Manfaat
Makalah ini hendaknya dapat bermanfaat guna menambah
pengetahuan mengenai konsep hospitalisasi sehingga dapat hendaknya
diaplikasikan dalam pemberian asuhan keperawatan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Hospitalisasi
Hospitalisasi
merupakan perawatan yang dilakukan dirumah sakit dan dapat menimbulkan trauma
dan stress pada klien yang baru mengalami rawat inap dirumah sakit.
Hospitalisasi dapat diartikan juga sebagai suatu keadaan yang memaksa seseorang
harus menjalani rawat inap di rumah sakit untuk menjalani pengobatan maupun
terapi yang dikarenakan klien tersebut mengalami sakit. Pengalaman hospitalisasi
dapat mengganggu psikologi seseorang terlebih bila seseorang tersebut tidak
dapat beradaptasi dengan lingkungan barunya di rumah sakit. Pengalaman
hospitalisasi yang dialami klien selama rawat inap tersebut tidak hanya
mengganggu psikologi klien, tetapi juga akan sangat berpengaruh pada
psikososial klien dalam berinteraksi terutama pada pihak rumah sakit termasuk
pada perawat.
Hospitalisasi
diartikan adanya beberapa perubahan psikis yang dapat menjadi sebab yang
bersangkutan dirawat disebuah institusi seperti rumah perawatan (Berton, 1958
dalam Stevens, 1992).
Dalam
Supartini (2002), hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan
yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit,
menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah.
Penelitian
membuktikan bahwa hospitalisasi anak dapt menjadi suatu pengalaman yang
menimbulkan trauma, baik pada anak, maupun orang tua. Sehingga menimbulkan
reaksi tertentu yang akan sangat berdampak pada kerja sama anak dan orang tua
dalam perawatan anak selama di rumah sakit (Halstroom dan Elander, 1997,
Brewis, E, 1995, dan Brennan, A, 1994). Oleh karena itu betapa pentingnya
perawat memahami konsep hospitalisasi dan dampaknya pada anak dan orang tua
sebagai dasar dalam pemberian asuhan keperawatan (Supartini, 2002).
Tingkah
laku pasien yang dirawat di rumah sakit dapat dikenal menurut Berton (1958
dalam Stevens, 1992) dari :
- Kelemahan untuk berinisiatif.
- Kurang/ tak ada perhatian
tentang hari depan.
- Tak berminat (ada daya tarik).
- Kurang perhatian cara berpakaian
dan segala sesuatu yang bersifat pandangan luas.
- Ketergantungan dari orang-orang
yang membantunya.
2.2.
Manfaat Hospitalisasi
Menurut
Supartini (2004), cara memaksimalkan manfaat hospitalisasi anak adalah sebagai
berikut.
1. Membantu perkembangan orang tua dan anak
dengan cara memberi kesempatan orang tua mempelajari tumbuh-kembang anak dan
reaksi anak terhadap stressor yang dihadapi selama dalam perawatan di rumah
sakit.
2. Hospitalisasi dapat dijadikan media untuk
belajar orang tua.Untuk itu, pearawat dapat memberi kesempatan pada orang tua
untuk belajar tentang penyakit anak, terapi yang didapat, dan prosedur
keperawatan yang dilakukan pada anak, tentunya sesuai dengan kapasitas belajarnya.
3. Untuk meningkatkan kemampuan kontrol
diri dapat dilakukan dengan memberi kesempatan pada anak mengambil keputusan,
tidak terlalu bergantung pada orang lain dan percaya diri. Tentunya hal ini
hanya dapat dilakukan oleh anak yang lebih besar, bukan bayi. Berikan selalu
penguatan yang positif dengan selalu memberikan pujian atas kemampuan anak dan
orang tua dan dorong terus untuk meningkatkannya.
4. Fasilitasi anak untuk menjaga
sosialisasinya dengan sesama pasien yang ada, teman sebaya atau teman sekolah.
Beri kesempatan padanya untuk saling kenal dan berbagi pengalamannya. Demikian
juga interaksi dengan petugas kesehatan dan sesama orang tua harus difasilitasi
oleh perawat karena selama di rumah sakit orang tua dan anak mempunyai kelompok
sosial yang baru.
2.3. Faktor-Faktor Penunjang
Hospitalisasi
Faktor-faktor
yang menunjang hospitalisasi (Stevens, 1992) :
a. Kepribadian Manusia
Tidak
setiap orang peka terhadap hospitalisasi. Kita melihat ada sebagian orang yang
sangat menderita dan sangat tergantung pada pada apa yang diberikan
lingkungannya. Namun ada juga yang menangani sendiri dan tidak bisa menerima
keadaan itu begitu saja. Semua tergantung dari segi kepribadian manusia itu
sendiri.
b. Kehilangan Kontak dengan Dunia Luar Rumah Perawatan
Pasien/
orang yang tinggal di rumah perawatan akan kehilangan kontak yang sudah lama
berjalan dengan terpaksa. Dia sudah tidak berada lagi dalam lingkungan yang
aman yang dijalaninya dalam sebagian besar hidupnya.
Orang-orang
yang sering berkomunikasi dengannya kini hanya sekedar bertamu dalam suasana
yang berbeda, hanya sebagian kecil keluarga dekat yang menemaninya. Sebagian
besar kontak-kontak dengan orang senasib yang terbatas dalam ruang perawatan
yang sama dan dengan orang-orang yang membantunya. Dunia mereka boleh dikatakan
terbatas pada lingkungan kecil. Apalagi ia bergaul dengan orang-orang yang
sebenarnya bukan pilihannya.
c. Sikap
Pemberi Pertolongan
Ada
perbedaan tugas antara pasien dan yang memberi pertolongan. Ini terlihat jelas
dalam kegiatan mereka sehari-hari. Pasien biasanya menunggu dan yang menolong
yang menentukan apa yang dilakukan dan kapan. Pasien menunggu apa yang terjadi
dan perawat yang tahu. Pasien tergantung pada yang menolong dan ia terpaksa
mengikuti. Ia sering merasa tidak berdaya sehingga merasa harga dirinya
berkurang. Hal ini membuat dirinya lebih merasa tergantung. Perawat melakukan
pekerjaan yang rutin dan berkembang sedikit saja, hal ini akan membuat mereka
menanamkan jiwa hospitalisasi pada pasien.
d. Suasana
Bagian Perawatan
Suasana
bagian sebagian besar ditentukan oleh sikap personel/ perawat, baik oleh
hubungan antar sesama perawat, maupun oleh sikap mereka terhadap pasien dan
tamu-tamu mereka. Cara berpakaian orang-orang di bagian juga sangat penting.
Cara manuasia bergaul, dapat
mempengaruhi sikap pasien. Ketergantungan antara personal biasanya mudah dapat
dipengaruhi. Pasien yang dirawat inap mendapat kesan bahwa mereka bukan yang
terpenting dalam perawatan ini. Juga ternyata bahwa orang-orang yang hanya
mendapatkan tugas melaksanakan pekerjaan dan tanpa bisa memberi tanggapan atau
saran maka pasien-pasien atau tamu-tamu mereka akan diperlakukan sama seperti
itu. Ini memperbesar kemungkinan adanya hospitalisasi.
e. Obat-Obatan
Obat-obatan
dapat memberi pengaruh besar pada sikap. Beberapa obat-obatan dapat
mengakibatkan adanya tanda-tanda yang sama seperti hospitalisasi. Dengan
sendirinya, kemungkinan hospitalisasi besar. Jika dipakai obat-obatan yang
dapat merangsang adanya sikap tadi.
2.4. Mempersiapkan Anak Untuk
Mendapatkan Pelayanan Di Rumah Sakit
Rumah
sakit tempat dirawat mungkin merupakan tempat dan suasana baru bagi anak. Oleh
karena itu, persiapan sebelum dirawat itu sangat penting. Persiapan anak
sebelum dirawat di rumah sakit didasarkan pada asumsi bahwa ketakutan akan
sesuatu yang tidak diketahui akan menjadi ketakutan yang (Supartini, 2004).
Menurut
Supartini (2004), pada tahap sebelum masuk rumah sakit dapat dilakukan :
1. Siapkan ruang rawat sesuai
dengan tahapan usia dan jenis penyakit dengan peralatan yang diperlukan.
2. Apabila anak harus dirawat
secara berencana, 1-2 hari sebelum dirawat diorientsikan dengan situasi rumah
sakit dengan bentuk miniatur bangunan rumah sakit.
Sedangkan
pada hari pertama dirawat, menurut Supartini (2004), tindakan yang harius
dilakuan adalah :
1. Kenalkan perawat dan dokter yang akan
merawatnya.
2. Orientasikan anak dan orang tua pada ruangan
rawat yang ada beserta fasilitas yang dapat digunakannya.
3. Kenalkan dengan pasien anak lain yang
akan menjadi teman sekamarnya.
4. Berikan identitas pada anak. Misalnya
pada papan nama anak.
5. Jelaskan aturan rumah sakit yang
berlaku da jadwal kegiatan yang harus diikuti.
6. Laksanakan pengkajian riwayat
keperawatan.
7. Lakukan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan lainya sesuai dengan yang diprogramkan.
2.5. Stressor Dalam Hospitalisasi
Saat dirawat di
rumah sakit atau tengah menjalani proses hospitalisasi, klien (dalam hal ini
adalah anak), tentu akan mengalami stress akibat dari segala macam bentuk
perubahan yang ia alami, seperti perubahan lingkungan, suasana, dan lain
sebagainya.
a.
Reaksi anak terhadap hospitalisasi
Stressor dan
reaksi hospitalisasi sesuai dengan
tumbuh kembang pada anak (Novianto dkk,2009):
1) Masa Bayi (0-1 tahun)
Dampak perpisahan, usia anak > 6bulan terjadi stanger anxiety (cemas)
- Menangis keras
- Pergerakan tubuh yang banyak
- Ekspresi wajah yang tidak menyenangkan
2) Masa Todler (2-3 tahun)
Sumber utama adalah cemas akibat perpisahan. Disini
respon perilaku anak dengan tahapnya.
3) Masa Prasekolah (3-6 tahun)
Sering kali dipersepsikan anak sekolah sebagai
hukuman, sehingga menimbulkanreaksi agresif.
- Menolak makan
- Sering
bertanya
- Menangis
perlahan
- Tidak
kooperatif terhadap petugas kesehatan
4) Masa
Sekolah (6-12 tahun)
Perawatan di rumah sakit memaksakan ;
- Meninggalkan
lingkungan yang dicintai
- Meninggalkan
keluarga
- Kehilangan
kelompok sosial, sehingga menimbulkan kecemasan
5) Masa
Remaja (12-18 tahun)
Anak remaja begitu percaya dan terpengaruh kelompok
sebayanya. Reaksi yang muncul:
- Menolak
perawatan / tindakan yang dilakukan
- Tidak
kooperatif dengan petugas
-
Bertanya-tanya
- Menarik diri
- Menolak
kehadiran orang lain
Pendekatan yang digunakan dalam hospitalisasi
(Novianto dkk, 2009) :
1. Pendekatan
Empirik
Dalam menanamkan kesadaran
diri terhadap para personil yang terlibat dalam hospitalisasi, metode
pendekatan empirik menggunakan strategi, yaitu ;
1) Melalui dunia pendidikan yang ditanamkan secara dini kepada peserta didik.
2) Melalui penyuluhan atau
sosialisasi yang diharapkan kesadaran diri mereka sendiridan
peka terhadap lingkungan sekitarnya.
2. Pendekatan Melalui Metode Permainan
Metode permainan merupakan
cara alamiah bagi anak untuk mengungkapkankonflik dalam dirinya yang tidak
disadari. Kegiatan yang dilakukan sesuai keinginansendiri untuk memperoleh
kesenangan.
b. Reaksi keluarga terhadap hospitalisasi
Berikut
beberapa reaksi orang tua saat anak mereka dirawat di rumah sakit
(Supartini,2004) :
1. Perasaan Cemas dan Takut
Perasaan cemas ini mungkin dapat terjadi ketika
orang tua melihat anaknya mendapat prosedur menyakitkan seperti pengambilan
darah, injeksi, dan prosedur invasiof lainnya. Hal ini mungkin saja membuat
orang tua merasa sedih atau bahkan menangis karena tidak tega melihat anaknya.
Oleh karea itu, pada kondisi ini perawat atau petugas kesehatan harus lebih
bijaksana bersikap pada anak dan orang tuanya.
Penelitian membuktikan bahwa rasa cemas paling
tinggi dirasakan orang tua saat menunggu nformasi tentang diagnosis penyakit
anaknya (Supartini, 2000), sedangkan rasa takut muncul pada orang tua terutama
akibat takut kehilangan anak pada kondisi sakit yang terminal (Brewis, 1995).
Hal lain yang mungkin menyebabkan rasa cemas adalah rasa trauma terhadap
lingkungan rumah sakit, ataupun rasa cemas karena pertama kali membawa anaknya
untuk dirawat di rumah sakit sehingga merasa asing dengan lingkungan baru.
Perilaku yang sering ditunjukkan orang tua berkaitan
dengan adanya perasaan cemas dan takut ini adalah sering bertanya atau bertanya
tentang hal yang sama secara berulang pada orang yang berbeda, gelisah,
ekspresi wajah tegang, dan bahkan marah (Supartini, 2001).
2. Perasaan Sedih
Perasaan
sedih sering muncul ketika anak pada saat anak berada pada kondisi termal dan
orang tua mengetahui bahwa anaknya hanya memiliki sedikit kemungkinan untuk
dapat sembuh. Bahkan ketika menghadapi anaknya yang menjelang ajal, orang tua
merasa sedih dan berduka. Namun di satu sisi, orang tua harus berada di samping
anaknya sembari memberikan bimbingan spiritual pada anaknya. Pada kondisi ini,
orang tua menunjukkan perilaku isolasi atau tidak mau didekati orang lain,
bahkan bisa tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan (Supartini, 2000).
3. Perasaan Frustasi
Pada
kondisi ini, orang tua merasa frustasi dan putus asa ketika melihat anaknya
yang telah dirawat cukup lama namun belum mengalami perubahan kesehatan menjadi
lebih baik. Oleh karena itu, perlu adanya dukungan psikologis dari pihak-pihak
luar (seperti keluarga ataupun perawat atau petugas kesehatan).
4. Perasaan Bersalah
Perasaan
bersalah muncul karena orang tua menganggap dirinya telah gagal dalam
memberikan perawatan kesehatan pada
anaknya sehingga anaknya harus mengalami suatu perubahan kesehatan yang harus
ditangani oleh tenaga kesehatan di rumah sakit.
Memberikan
dukungan pada angota keluarga lain (Supartini, 2004) :
1. Berikan dukungan pada keluarga untuk
mau tinggal dengan anak di rumah sakit.
2. Apabila diperluakn, fasilitasi
keluarga untuk berkonsultasi pada psikolog atau ahli agama karena sangat
dimungkinkan keluarga mengalami masalah psikososial dan spiritual yang
memerluakn bantuan ahli.
3. Beri dukungan pada keluarga untuk meneria
kondisi anaknya dengan nilai-nilai yang diyakininya.
4. Fasilitasi untuk menghadirkan saudara
kandung anak apabila diperlukan keluarga dan berdampak positif pada anak yang
dirawat ataupun saudara kandungnya.
2.6. Dampak
Hospitalisasi
Perawatan anak di rumah sakit tidak hanya menjadi
masalah pada anak, tetapi juga pada orang tua. Brewis (1995
dalam Supartini, 2002) menemukan rasa
takut pada orang tua selama perawatan anak di rumah sakit terutama pada kondisi
sakit anak yang terminal karena takut akan kehilangan anak yang dicintainya dan
adanya perasaan berduka. Stessor lain yang sangat menyebabkan orang tua stres
adalah mendapatkan informasi buruk tentang diagnosis medik anaknya, perawatan
yang tidak direncanakan dan pengalaman perawatan di rumah sakit sebelumnya yang
dirasakan menimbulkan trauma (Supartini (2000) dalam Supartini, 2002)
Menurut
Asmadi (2008), hospitalisasi merupakan pengalaman yang mengancam bagi setiap
orang. Penyakit yang diderita akan menyebabkan perubahan perilaku normal
sehingga klien perlu menjalani perawatan (hospitalisasi). Secara umum, menurut
Asmadi (2008), hospitalisasi menimbulkan dampak pada beberapa aspek, yaitu:
1. Privasi
Privasi
dapat diartikan sebagai refleksi perasaan nyaman pada diri seseorang dan
bersifat pribadi. Bisa dikatakan, privasi adalah suatu hal yang sifatnya
pribadi. Sewaktu dirawat di rumah sakit, klien kehilangan sebagai privasinya.
Kondisi ini disebabkan oleh beberpa hal :
- Selama dirawat
di rumah sakit, klien berulang kali diperiksa oleh petugas kesehatan (dalam hal
ini perawat dan dokter). Bagian tubuh yang biasanya dijaga agar tidak dilihat,
tiba-tiba dilihat fdan disentuh oleh orang lain. Hal ini tentu akan membuat
klien merasa tidak nyaman.
- Klien adalah
orang yang berada dalam keadaan lemah dan bergantung pada orang lain. Kondisi
ini cendurung membuat klien “pasrah” dan
menerima apapun tindakan petugas kesehatan kepada dirinya asal ia cepat sembuh.
Menyikapi hal tersebut, perawat harus selalu memperhatikan dan menjaga privasi
klien ketika berinteraksi dengan mereka. Beberapa hal yang dapat perawat
lakukan guna menjaga privasi klien adalah sebagai berikut.
a. Setiap akan melakukan
tindakan keperawatan, perawat harus selalu memberitahu dan menjelaskan perihal
tindakan tersebut kepada klien.
b. Memperhatikan lingkungan
sebelum melaksanakan tindakan keperawatan. Yakinkan bahwa lingkungan tersebut
menunjang privasi klien.
c. Menjaga kerahasiaan
tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan klien. Sebagai contoh, setelah
memasang kateter, perawat tidak boleh menceritakan alat kelamin pasien kepada
orang lain, termasuk pada teman sejajwat.
d. Menunjukkan sikap profesional
selama berinteraksi dengan klien. Perawat tidak boleh mengeluarkan kata-kata
yang dapat membuat klien malu atau marah. Sikap tubuh pun tidak boleh layaknya
majikan kepada pembantu.
e. Libatkan klien dalam
aktivitas keperawatan sesuai dengan batas kemampuannya jika tidak ada
kontraindikasi.
2.
Gaya Hidup
Klien
yang dirawat di rumah sakit sering kali mengalami perubahan pola gaya hzidup. Hal ini disebabkan oleh perubahan
kondisi antara rumah sakit dengan rumah ztempat
tinggal klien, juga oleh perubahan kondisi keehatan klien. Aktivitas hidup yang
klien jalani sewaktu sehat tentu berbeda dengan aktivitas yang dialaminya
selama di rumah sakit. Perubahan gaya hidup akibat hospitalisasi inilah yang
harus menjadi perhatian setiap perawat. Asuhan keperawatan yang diberikan harus
diupayakan sedemikian rupa agar dapat menghilangkan atau setidaknya
meminimalkan perubahan yang terjadi.
3. Otonomi
Seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa individu yang sakit da dirawat di rumah
sakit berada dalam posisi ketergantungan. Artinya, ia akan pasrah terhadap
tindakan apapun yang dilakukan oleh petugas kesehatan demi mencapai keadaan
sehat. Ini meniunjukkan bahwa klien yang dirawat di rumah sakit akan mengalami
perubahan otonomi. Untuk mengatasi perubahan ini, perawat harus selalu
memberitahu klien sebelum melakukan intervensi apapun dan melibatkan klien
dalam intervensi, baik secara aktif maupun pasif.
4. Peran
Peran dapat diartikan sebagai seperangkat
perilaku yang diharapkan individu sesuai dengan status sosialnya Jika ia
seorang perawat, peran yang diharapkan adalah peran sebagi perawat bukan
sebagai dokter.Selain itu, peran yang dijalani seseorang adalah sesuai dengan
status kesehatannya.
Peran
yang dijalani sewaktu sehat tentu berbeda dengan peran yang dijalani saat
sakit.Tidak mengherankan jika klien yang dirawat di rumah sakit mengalami
perubahan peran. Perubahan yang terjadi tidak hanya pada diri pasien, tetapi
juga pada keluarga. Perubahan tersebut antara lain :
a. Perubahan peran. Jika
salah seorang anggota keluarga sakit, akan terjadi perubahan pera dalam
keluarga. Sebagai contoh, jiak ayah sakit maka peran jepala keluarga akan
digantikan oleh ibu. Tentunya perubahan peran ini mengharuskan dilaksanakannya
tugas tertentu sesuai dengan peran tersebut.
b. Masalah keuangan. Keuangan
keluarga akan terpengaruh oleh hospitalisasi. Keuangan yang sedianya ditujukan
untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga akhirnya digunakan untukj keperluan
klien yang dirawat. Akibatnya, keuangan ini sangat riskan, terutama pada
keluarga yang miskin. Dengan semakin mahalnya biaya kesehatan, beban keuangan
keluarga semakin bertambah.
c. Kesepian. Suasana rumah
akan berubah jika ada seorang anggota keluarga ytang dirawat. Keseharian
keluarga yang biasanya dihiasi kegembiraan, keceriaan, dan senda-gurau
anggotaanya tiba-iba diliputi oleh kesedihan. Suasana keluarga pun menjadi sepi
karena perhatian keluarga terpusat pada penanganan anggota keluarganya yang
sedang dirawat.
d. Perubahan kebiasan sosial.
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat. Karenanya, keluarga pun
mempunyai kebiasaan dalam lingkungan sosialnya. Sewaktu seha, keluarga mampu
berperan serta dalam kegiata sosial. Akan tetapi, saat salah seorang anggota
keluarga sakit, keterlibatan keluarga dalam aktivitas sosial di masyarakatpun
mengalami perubahan.
2.7.
Mengatasi Dampak Hospitalisasi
Menurut Supartini (2004, hal. 196), cara yang dapat
dilakukan untuk mengatasi dampak hospitalisasi adalah sebagai berikut :
a. Upaya meminimalkan stresor :
Upaya meminimalkan stresor dapat dilakukan dengan
cara mencegah atau mengurangi dampak perpisahan, mencegah perasaan kehilangan
kontrol dan mengurangi/ meminimalkan rasa takut terhadap pelukaan tubuh dan
rasa nyeri
b. Untuk mencegah/meminimalkan dampak perpisahan
dapat dilakukan dengan cara :
1) Melibatkan
keluarga berperan aktif dalam merawat pasien dengan cara membolehkan mereka
tinggal bersama pasien selama 24 jam (rooming in).
2) Jika
tidak mungkin untuk rooming in, beri kesempatan keluarga untuk melihat
pasien setiap saat dengan maksud mempertahankan kontak antar mereka.
3) Modifikasi
ruangan perawatan dengan cara membuat situasi ruangan rawat perawatan seperti
di rumah dengan cara membuat dekorasi ruangan.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Hospitalisasi adalah suatu proses
yang harus dilalui anak akibat adanya suatu alasan sehingga mengharuskan anak
untuk menjalani perawatan di rumah sakit.
2. Hospitalisasi dapat dipengaruhi oleh
kepribadian seseorang, pemberi pelayanan, suasana bagian pelayanan, dan
hilangnya kontak dengan dunia luar.
3. Bagi anak yang menganggap bahwa dunia
rumah sakit merupakan dunia baru baginya, orang tua bersama tenaga kesehatan
harus mempersiapkan anak sebelum mendapatkan pelayanan kesehatan.
4. Selain pada diri anak/pasien (seperti perubahan gaya hidup, hilangnya
privasi dan otonomi, dan lain sebaginya), dampak dari hospitalisasi juga akan dirasakan
oleh orang tua, yaitu orang tua akan merasa stress, frustasi, serta merasa
bersalah karena ia tidak dapat memberikan pemenuhan kebutuhan kesehatan yang
baik untuk anaknya.Apalagi bila mendengan kabar buruk mengenai kondisi anak.
5. Manfaat dari hospitalisasi ini dapat dimaksimalkan dengan cara memberikan
kesempatan kepada anak ataupun orang tua untuk mengetahui dan terlibat dalam
proses perawatan walaupun tidak terlibat secara menyeluruh.
3.2. Saran
Dampak
dari hospitalisasi yang sering kita lihat saat ini tentu dapat memacu tingkat
stress pasien/anak ataupun keluarga/orang tua. Oleh karena itu, konsep
hospitalisasi yang benar seharusnya dapat ditekankan lagi oleh tenaga kesehatan
(perawat dan dokter) sehingga manfaat dari hospitalisasi itu sendiri dapat
dimaksimalkan.
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi.
(20). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta:
EGC.
Stevens,
P.J.M. dkk (1997). Ilmu Keperawatan.2(1).Jakarta;
EGC.
Supartini,
Y. (2004). Konsep Dasar Keperawatan Anak.
Jakarta:EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar